Tak Berkategori

Mulai Langka, Gula Pasir Tembus Harga Rp20 Ribu per Kg

apahabar.com, BANJARMASIN – Sejumlah komoditi bahan pokok mulai sulit didapatkan di pasaran. Tak hanya terbatas, dari…

Featured-Image
Kepala Disperindag Kalsel, Birhasani di ruang kerjanya, Senin (23/3) siang.  Foto-Istimewa

bakabar.com, BANJARMASIN – Sejumlah komoditi bahan pokok mulai sulit didapatkan di pasaran. Tak hanya terbatas, dari sisi harga pun terjadi lonjakan.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Diperindag) Kalimantan Selatan (Kalsel) mencatat tiga komoditi yang saat ini mengalami kelangkaan. Dari gula pasir, bawang putih hingga bawang merah.

Kelangkaan ini dikarenakan beberapa kebutuhan barang pokok di Kalsel masih bergantung pasokan dari luar daerah. Seperti Jawa Timur, Sulawesi hingga Nusa Tenggara.

“Bahan pokok yang dihasilkan di Kalimantan relatif stabil, tapi yang bergantung dengan daerah lain yang mulai terhambat. Ini krisis nasional,” kata Kepala Disperindag Kalsel, Birhasani di Ruang Kerjanya, Senin (23/3) siang.

Seperti gula pasir, Birhasani menyebut di pasaran sudah mencapai harga Rp20 ribu.

Meski naik, harga itu menurutnya terbilang normal. Sebab pasokan gula saat ini adalah stok lama yang masih tersimpan.

“Diperkirakan April baru masuk. Sebagai catatan, ini bukan permainan pedagang gula kita di Kalsel,” tegasnya.

Terbatasnya distribusi juga dikarenakan pabrik gula mulai kehabisan bahan baku, dalam hal ini adalah tanaman tebu.

Diperkirakan, musim panen akan dimulai pada Juni mendatang.

“Kita juga mengimpor bahan baku gula yaitu raw sugar. Impornya belum ada yang terealisasi sampai masuk ke Indonesia, jadi pabrik gula kita masih tidak berjalan,” terangnya.

Selain gula pasir, komoditi bawang merah dan bawang pasir juga melangka.

Dengan kisaran harga 35 hingga 45 ribu per kilogram, komoditi bawang juga bergantung pada daerah lain.

Krisis nasional ini jelasnya juga disebabkan oleh maraknya penyebaran Covid-19.

Ketersediaan pada sumber sentra produksi dan pengiriman terhambat akibat pembatasan sistem kerja karyawan oleh perusahaan.

“Mereka pun tidak bisa optimal menjual ke daerah dalam jumlah yang banyak. Jadi di sini permasalahannya,” tutupnya.

Reporter: Musnita Sari
Editor: Ahmad Zainal Muttaqin



Komentar
Banner
Banner