Bisnis

Miris, Ketua MPR Singgung Pekerja Nikel yang Dibayar Rp600 Ribu Per Tahun

Ketua MPR Bambang Soesatyo mengungkapkan pengalamannya menemui pekerja nikel di Sulawesi Selatan, yang hanya dibayar Rp600 ribu per tahun.

Featured-Image
Ketua Majelis Permusyarawatan Rakyat (MPR), Bambang Soesatyo. Foto: apahabar.com/Gabid Hanafie.

bakabar.com, JAKARTA – Ketua Majelis Permusyarawatan Rakyat (MPR), Bambang Soesatyo mengungkapkan pengalamannya menemui pekerja nikel di Sulawesi Selatan, yang hanya dibayar Rp600 ribu per tahun.

“Ini miris, padahal komoditas yang mereka pijak, nilainya mencapai triliunan,” ujar Bamsoet sapaannya dalam Munas III Himpunan Pengusaha KAHMI (HIPKA) di The Sultan Hotel, Jakarta, Selasa (6/12).

Bambang memaparkan bahwa Indonesia merupakan negara penghasil komoditas nikel tersebar di dunia.

Bahkan sebesar 37 persen kebutuhan nikel dunia ada di Indonesia.

Wilayah yang memiliki jumlah nikel terbesar ada di Sulawesi Selatan dan Maluku Utara.

Tapi, di Sulawesi Selatan, pengelolaan nikel diserahkan kepada satu perusahaan asing.

“Dan mereka sudah menggali selama 55 tahun tapi hanya berhasil mengerjakan 6 persen nikel di sana, dengan membayar pekerjanya Rp600 ribu per tahun,” tutur Bamsoet.

Selain itu, hasil nikel yang sudah digali, kemudian didistribusikan ke negara lain, sehingga masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut, tidak bisa merasakan hasilnya.

“Jika dibiarkan seribu tahun pun, tidak akan habis komoditas tersebut, dan akhirnya negara dan masyarakat tidak akan mendapat keuntungan sedikit pun,” kata Bamsoet.

Di sisi lain, pemerintah hanya berperan untuk mencabut dan memberikan izin tambang.

Tapi, perusahaan yang diberikan izin tersebut, bekerja dengan cara yang sama.

Sehingga kegiatan pencabutan dan pemberian izin tambang tersebut, akhirnya tidak memberi dampak kepada masyarakat sekitar.

Bamsoet berharap pemerintah terutama yang ada di provinsi, bisa ikut serta mendorong lebih banyak pengolah komoditas nikel, batubara dan lainnya yang berasal dari lokal.

Tapi, tidak hanya menggali atau mendistribusikan, juga harus menguasai mulai dari hulu hingga hilir.

“Pemerintah provinsi jangan hanya meminta saham perusahaan dan duduk manis saja, tapi harus mendorong masyarakat untuk mengerjakannya,” ungkap Bamsoet.

Editor


Komentar
Banner
Banner