bakabar.com JAKARTA - Holding Industri Pertambangan BUMN, MIND ID sedang bersiap mengambil alih 20 persen saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) sebagai bagian dari pelepasan saham (divestasi). Nantinya MIND ID akan menggenggam 40 persen saham di perusahaan tersebut.
Pengamat energi dai Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai hal itu sebagai momentum yang baik bagi pemerintah untuk melakukan divestasi hingga 51 persen di PT Vale.
"Dengan 51 persen itu maka akan menjadi pemegang saham yang mengontrol," ujar Fahmy kepada bakabar.com, Rabu (26/7).
Tak hanya itu, Fahmy juga mendorong pemerintah untuk mendesak PT Vale segera melepaskan sahamnya sebesar 51 persen kepada MIND ID. Selama 50 tahun PT Vale menambang nikel di Indonesia, ternyata komposisi sahamnya dimiliki oleh beberapa koorporasi.
Baca Juga: Divestasi PT Vale Indonesia, Analis: Penting untuk Wujudkan Hilirisasi
Saat ini, mayoritas saham PT Vale Indonesia masih dipunyai asing, yakni Vale Canada Limited (VCL) sebesar 44,3 persen dan Sumitomo Metal Mining Co. Ltd (SMM) 15 persen.
Beberapa waktu lalu, Menteri ESDM, Arifin Tasrif menjelaskan besaran saham yang akan dilepas PT Vale untuk divestasi hanya sebesar 14 persen. Sementara itu, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang pertambangan mineral dan batu bara, disebutkan divestasi saham PT Vale harus sebesar 51 persen.
"Ini memang agak repot untuk menghadapi 51 persen. Nah tetapi pemerintah bisa berunding dengan Vale pokoknya Indonesia memiliki saham 51 persen itu, terserah caranya seperti apa," terangnya.
Untuk itu, lanjut Fahmy, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk mengembalikan PT Vale ke Indonesia. Sama halnya seperti Freeport yang dulu dikuasi asing.
Baca Juga: Divestasi PT Vale, Komisi VII DPR: Saham 17 Persen dari Mana?
Kala itu, papar Fahmy, Indonesia hanya memiliki saham di Freeport sebesar 9 persen selama 51 tahun. Kemudian pemerintah mendesak agar Freeport mendivestasikan saham mereka ke pemerintah sebesar 51 persen.
Dengan kepemilikan saham mayoritas, Indonesia kini menjadi pemegang saham pengendali di industri tambang emas dan tembaga yang berada di timur Indonesia itu.
"Hal yang sama bisa dilakukan juga, yang terpenting pemerintah mempunyai komitmen untuk memperoleh saham mayoritas tadi. Kalau tidak ya tidak usah diperpanjang," tegasnya.
Baca Juga: Disvestasi Saham PT Vale, Menteri ESDM: Disepakati Adanya Diskon Harga
Sekedar informasi, setidaknya selama satu dekade PT Vale berkutat dengan rencana pembangunan smelter nikel baru. Bahkan, sudah ada tiga proyek smelter baru dengan perkiraan nilai investasi sekitar Rp140 triliun.
Sayangnya, hingga saat ini belum satu pun dari tiga proyek tersebut resmi beroperasi. Tiga proyek itu adalah proyek Sorowako senilai USD2 miliar, proyek Bahodopi senilai USD2,5 miliar, dan proyek Pomalaa senilai USD4,5 miliar.
Di saat yang bersamaan, PT Vale harus menanggung dampak dari berakhirnya kontrak karya akan terjadi pada tahun 2025.