Swastanisasi Air

Menyoal Masalah Laten dan Krisis Air di Ibu Kota

Warga bahkan diminta untuk menuntaskan pembayaran perpanjangan pipa sebesar Rp217 juta untuk mengakses air bersih.

Featured-Image
Sekelompok warga terdampak, saat memberikan testimoni terkait susahnya air bersih di Jakarta, pada diskusi Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air, Rabu (22/3).

bakabar.com, JAKARTA - Pada perayaan hari air sedunia yang jatuh pada 22 Maret 2023, Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air menggelar diskusi seputar permasalahan akses air yang menjadi masalah laten di Jakarta.

Titin (42), salah satu warga Muara Baru, Jakarta Utara mengungkapkan untuk menikmati air bersih di Jakarta, warga harus memiliki uang yang cukup. Ia dan warga yang lain sejak 2015 hingga hari ini masih menghadapi kesulitan mengakses air bersih.

“Permasalahan di Muara Baru dari dulu masih sama airnya tidak mengalir, tapi meterannya jalan terus. Masalah ini dari 2015. Saya dianggap tinggal di tanah abu-abu, dianggap warga ilegal. Dan itu dijadikan alasan,” tuturnya di tengah diskusi. 

Baca Juga: Swastanisasi Air Belum Berakhir, Pemprov DKI Harus Transparan

Permasalahan air di area permukimannya tak jauh dari perkara pipa yang diklaim tak bisa masuk ke dalam area pemukiman warga. Warga bahkan diminta untuk menuntaskan pembayaran perpanjangan pipa sebesar Rp217 juta.

Biaya pipa dan pengaliran air dibebankan pada warga. Padahal seharusnya pemipaan ditanggung oleh pihak Palyja, sebagai perusahaan yang sudah ditunjuk sebagai penyuplai air oleh pemerintah DKI Jakarta. 

“Kebetulan pemerintah punya program master meter, yang bisa berjejaring dengan Palyja. Yang saya tahu dari warga untuk warga. Tapi kenyataannya pipa yang mengalirkan air katanya hanya sampai pada jalan besar saja, kalau mau ke pemukiman warga kami harus ganti biaya pipa dan pemasangan sebesar Rp217 juta rupiah,” terangnya pada awak media, Rabu (22/3).

Baca Juga: Penghuni Rusunawa Marunda Keluhkan Kesulitan Air Bersih

Titin bertahan dengan menggunakan air bor, itu pun kadang bersih dan kadang keruh. Apabila hujan tiba, air menjadi keruh, kuning bahkan berbau. Untuk kebutuhan minum ia memilih untuk membeli air galon. 

Kesaksian Titin tak jauh berbeda dengan Tono (bukan nama asli-red), dianggap warga ilegal karena tinggal di area abu-abu. Nyatanya, Marunda Kepu, merupakan wilayah perluasan Jakarta. 

“Kalau di Marunda Kepu, masalah klasik yang dari dulu gak selesai-selesai. Kami dianggap tinggal di wilayah abu-abu. Padahal ini adalah wilayah perluasan DKI, karena tata ruang yang tidak jelas, maka klaimnya tidak bisa mengalirkan air bersih ke kampung kami,” tutur Tono.

Baca Juga: Dear Warga Banjamasin, PTAM Bandarmasih Malam ini Setop Distribusi Air Bersih

Diskriminasi air bersih itu sudah berlangsung sejak era Soeharto. Ide-ide swastanisasi air kemudian tetap dilanjutkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hingga hari ini.

LBH Jakarta, melalui Jihan Fauziah Hamdi menegaskan warga sebenarnya sudah melakukan berbagai macam protes dan gugatan kepada Gubernur, namun hal tersebut masih belum ditanggapi. 

Sementara itu, PAM Jaya, selaku BUMD justru memperpanjang kontrak swastanisasi air tanpa mengevaluasinya.

“Pasalnya, alih-alih melakukan proses evaluasi terkait dengan praktik swastanisasi air Jakarta yang telah berlangsung selama 25 tahun dengan Aetra dan Palyja, Pemprov DKI Jakarta dan PAM Jaya justru sudah menandatangani kontrak dengan PT Moya Indonesia pada 14 Oktober 2022 lalu,” Kata Hamdi.

Baca Juga: Warga Jakarta Sebut Swastanisasi Air Melanggar HAM

Kontrak tersebut menjadi kabar buruk bagi warga Jakarta dan menandai dimulainya babak baru privatisasi air yang nasib pengelolaannya ke depan akan dilakukan berdasarkan, Nota Kesepakatan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tertanggal 3 Januari 2022 tentang Sinergi dan Dukungan Penyelenggaraan SPAM.

Selain itu ada Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penugasan kepada Perusahaan Umum Daerah Air Minum Jaya untuk Melakukan Percepatan Cakupan Layanan Air Minum di Provinsi DKI Jakarta yang ditetapkan pada 30 Maret 2022 dan Keputusan Direksi PAM JAYA No. 65/2022 tentang Pedoman Tata Cara Kerja Sama Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum.

Sementara itu, saat berusaha dikonfirmasi terkait nasib warga yang belum mendapat akses air bersih, Direktur PAM Jaya, Arief Nasrudin, enggan menjawab telepon, maupun membalas pesan singkat apahabar

Editor


Komentar
Banner
Banner