Oleh Junaidah, S.Pd.SD
PEMERINTAH telah mengeluarkan surat edaran tentang pembelajaran tatap muka terbatas pada masa pandemi. Surat itu ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, Menteri Agama, Yakut Qholil Qoumas, dan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin.
Surat edaran tersebut menekankan pada dampak negatif yang berpotensi terjadi pada anak jika pembelajaran daring terus dilakukan. Kemudian adanya ancaman putus sekolah, penurunan capaian pembelajaran, minimnya interaksi antara siswa dengan guru, siswa dengan lingkungan sekitarnya, dan meminimalkan stress yang bisa terjadi antara orang tua dan anak.
Keputusan tentang pembelajaran tatap muka secara terbatas ini benar-benar akan menjadi angin segar untuk kita semua. Angin segar karena tak lama lagi kita dapat benar-benar melaksanakan pembelajaran tatap muka di lingkungan sekolah. Sesuatu yang nyaris hilang selama lebih dari satu tahun ini. Kita, secara perlahan, akan mulai meninggalkan sistem pembelajaran daring yang boleh dibilang sangat membosankan itu.
Siapa yang tak rindu melaksanakan pembelajaran tatap muka? Di sekolah kita bisa melakukan interaksi dua arah antara guru dan murid, kita bisa kembali melihat antar-pelajar berdiskusi terkait mata pelajaran atau hal apa saja yang sedang mereka pelajari, dan tak perlu khawatir diskusi itu terputus karena faktor jaringan internet yang kurang baik.
Keputusan ini juga sudah mendapatkan lampu hijau dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Komisioner KPAI Retno Listyarti menilai uji coba pembelajaran tatap muka (PTM) penting dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kekurangan dan kelebihan apabila sekolah kembali dibuka. Selain itu, sekolah tersebut dapat menjadi contoh dalam adaptasi kebiasaan baru di satuan pendidikan jika dinilai berhasil.
Berdasarkan hasil survei yang pernah dilakukan KPAI, mayoritas pelajar juga menginginkan pembelajaran tatap muka segera dilaksanakan. Alasannya, ada beberapa materi pelajaran dan praktikum yang tidak memungkinkan digelar secara daring.
Proses pembelajaran daring memang banyak kekurangannya. Salah satu masalah yang sering kali ditemui adalah faktor jaringan internet. Seperti diketahui, tidak semua wilayah bisa mengakses jaringan internet dengan lancar. Apalagi di wilayah pelosok. Selain faktor jaringan, kuota internet juga sering kali menjadi persoalan.
Selama pembelajaran via daring, guru juga disibukkan dengan banyak hal yang belum pernah mereka hadapi sebelumnya. Dimulai dari harus mempelajari aplikasi pembelajaran sampai mereka yang tidak terbiasa bicara sendiri di depan kamera.
Itu belum ditambah dengan banyaknya peristiwa yang dialami pelajar selama proses belajar daring berlangsung. Makin hari, minat belajar mereka makin rendah. Di sisi lain, mereka justru lebih asyik bermain gim atau malah menonton channel YouTube yang tidak edukatif.
Kalau hal seperti ini terus berlangsung, pelajar tak hanya kehilangan minat untuk belajar, tetapi juga kehilangan adab dan sopan santun terhadap guru-gurunya. Intensitas pertemuan yang minim antara guru dan murid memungkinkan kondisi itu terjadi. Ditambah dengan para siswa yang berkemungkinan mengonsumsi konten negatif di internet.
Kita bisa melihat sejumlah kasus yang terjadi selama pandemi.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat ada ribuan pengaduan pelanggaran hak anak selama pandemi. Itu belum ditambah dengan banyaknya kekerasan fisik, psikis, seksual, hingga kekerasan berbasis siber.
Untuk itu, pembelajaran tatap muka tetap harus dilaksanakan, meski tentu saja harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Jangan sampai kelonggaran yang diberikan pemerintah justru membuat kita lengah dan mengabaikan protokol kesehatan.
Pihak sekolah yang melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas harus benar-benar siap dengan segala fasilitas. Sekolah wajib menyediakan tempat cuci tangan, menjaga jarak antar-pelajar di ruang kelas, dan memastikan warga sekolah tidak membuat kerumunan.
Kita tidak ingin situasi pandemi ini berlarut-larut. Aturan soal pembelajaran tatap muka terbatas yang dikeluarkan pemerintah ini sudah cukup menjadi jawaban atas banyaknya keluhan guru dan wali murid terhadap banyaknya dampak negatif pembelajaran tatap muka kepada anak.
Kita tentu tidak ingin anak-anak kita menjadi lepas kendali, ketergantungan dengan gadget, atau bahkan menjadi anak yang anti-sosial. Apalagi menjadi anak yang kurang adab terhadap orang tua. Kalau itu terjadi tentu menjadi alamat buruk bagi masa depan bangsa dan negara kita.
Sampai hari ini, Covid-19 terbukti tidak hanya berdampak buruk pada pernapasan, tetapi juga memberikan pengaruh negatif terhadap kesehatan pikiran. Ke depan, jangan sampai pandemi merusak mental anak-anak kita.
Penulis adalah guru SDN 1 Harapan Maju, Kabupaten Tanah Bumbu.