Opini

[OPINI] Menyambut Keadilan Ekonomi-Sosial di Era Globalisasi

Globalisasi seperti banyak didengungkan adalah untuk mencapai kemakmuran bagi semua negara di seluruh dunia.

Featured-Image
Prof. Didin S. Damanhuri. Foto: Dok. Pribadi

Oleh: Didin S. Damanhuri*

GLOBALISASI seperti banyak didengungkan adalah untuk mencapai kemakmuran bagi semua negara di seluruh dunia. Namun menurut penelitian OECD, globalisasi hanya menguntungkan negara-negara maju khususnya Eropa, Amerika dan Jepang.

Sementara bagi negara berkembang cenderung akan lebih merugikan. Indonesia diramalkan akan mengalami kerugian per tahun sekitar US$ 1,9 miliar. Kemudian juga, dengan proses perdagangan bebas dunia yang sudah berjalan sekitar dua dasawarsa, yang terjadi adalah global bubble economy di mana sektor moneter telah 700 kali lebih besar dari sektor riil.

Di Indonesia dalam perhitungan penulis, tahun 2007 sektor moneter telah 12 kali lebih besar dari sektor riil. Tahun 2023 ini diperkirakan sektor moneter sudah lebih dari 36 kali lebih besar dari sektor riil.

Meskipun demikian, globalisasi baik di dunia maupun di Indonesia juga telah menimbulkan dampak positif antara lain: mendorong efisiensi dan inovasi baik di tingkat korporasi maupun birokrasi sekaligus mengurangi tingkat korupsi.

Sementara, kenyataan lain globalisasi telah menciptakan hegemoni di dalam paradigma pembangunan di seluruh dunia yang mengedepankan “fundamentalisme pasar” dengan ciri-ciri antara lain: (1) nationalfree market, international free trade and growth oriented dari sisi kebijakan ekonomi. (2) mendorong faham individualisme secara ekstrem dalam segala aspek (ekonomi, budaya, politik dan sosial).

Selanjutnya, (3) korporatisme, dalam arti entitas korporasi menjadi sentral dalam kegiatan masyarakat keseluruhan. (4) Minimum state, yang menempatkan negara hanya sekadar “wasit” dan mendorong hegemoni korporasi dalam kehidupan. (5) profit maximization dalam kehidupan ekonomi yang mengorbankan prinsip kelestarian lingkungan dan stalibilitas sosial.

Kemudian (6) pengurangan subsidi dan proteksi secara radikal termasuk kepada sektor-sektor yang seharusnya memperolehnya, misal untuk sektor sosial dan pertanian secara luas. (7) privatisasi secara radikal termasuk BUMN-BUMN yang blue chips (sehat dan menguntungkan) dan sektor pendidikan serta memberi peluang penguasaan oleh pihak asing. (8) Liberalisasi pasar finansial sehingga menjadi faktor pendorong terjadinya proses ”decoupling” di mana sektor riil sulit bergerak.

Dari sejumlah ciri-ciri tersebut dampak yang paling dirasakan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah sulitnya pemerintah negara-negara berkembang termasuk Indonesia dalam mencapai tujuan-tujuan nasionalnya seperti pengurangan kemiskinan, pengangguran, ketimpangan, dan keterbelakangan mayoritas rakyatnya.

HALAMAN
123
Editor
Komentar
Banner
Banner