bakabar.com, JAKARTA – Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) menyatakan pembangunan pabrik minyak makan merah dapat memberikan tiga dampak positif.
“Pertama ialah memberikan kesejahteraan kepada petani sawit,” kata Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki seperti dilansir Antara, Rabu (9/11).
Adapun yang kedua, dampak dari pembangunan pabrik dapat menyuplai minyak makan merah kepada masyarakat. Sedangkan yang ketiga, dapat menyediakan pangan yang lebih sehat.
Baca Juga: Pengurusan Sertifikat Halal, Menkop UKM: Prosesnya Harus Lebih Efisien
Teten berharap Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang akan mengolah Crude Palm Oil (CPO) dapat menjadi minyak makan merah bisa segera produksi dan diedarkan per Januari 2023.
Adapun saat ini Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) tengah mengembangkan minyak makan merah agar mendapat sertifikasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta Badan Sertifikasi Nasional (BSN).
Selama ini, petani sawit hanya menjual Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit ke industri besar yang sudah menguasai pabrik CPO hingga produksi minyak goreng (migor).
Baca Juga: Kemenkop UKM Dukung Kuningan Kembangkan Wisata Alam dan Argo
Dengan adanya pabrik minyak makan merah, petani sawit yang tergabung ke dalam koperasi dapat menjual komoditas tersebut.
Teten mensimulasikan jika pendekatan pengembangan bisnis dilakukan dengan memproduksi minyak makan sawit per 1.000 hektar akan menghasilkan sebanyak 10 ton per hari.
Tiga Lokasi Pabrik Minyak Makan Merah
Jumlah tersebut, kata Teten, dapat didistribusikan ke dua kecamatan di sekitar pabrik yang kini tengah dibangun di tiga titik area provinsi Sumatera Utara; pertama di Kabupaten Asahan yang dikelola Koperasi Puja Sera, Kabupaten Langkat yang dikelola Koperasi Unggul Sejahtera dan Kabupaten Deli Serdang yang dikelola oleh Koperasi Produsen Petani Indonesia.
“Ini akan mengubah struktur produksi sawit dan juga memengaruhi kesejahteraan petani sawit karena petani boleh terlibat sampai hilirisasinya. Pemerintah juga dapat menyuplai minyak makan merah ke masyarakat dengan lebih baik karena 41 persen lahan sawit milik petani mandiri,” paparnya.