bakabar.com, JAKARTA – Willibrordus Surendra Broto Rendra atau W.S. Rendra, adalah salah satu seniman Indonesia yang mengkritisi isu sosial lewat puisi.
Terkenal dengan julukan Si Burung Merak, Rendra lahir pada 7 November 1935 di Solo, Jawa Tengah. Dia terlahir dari pasangan Raden Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah.
Berasal dari keluarga Katolik yang dibesarkan dalam lingkungan budaya Jawa, kedua orang tua Rendra juga dikenal sabagai seniman.
Sang ayah, Sugeng Brotoatmodjo merupakan seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa di salah satu sekolah Katolik di Solo. tidak hanya itu, ayah Rendra dikenal juga sebagai seniman drama tradisional.
Baca Juga: Lima Gedung Bersejarah yang jadi Saksi Bisu Kemerdekaan Indonesia
Kemudian sang ibu, Raden Ayu Catharina adalah seorang penari di istana Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Melihat latar belakang kedua orang tua, wajar bila Rendra tumbuh besar sebagai seorang seniman.
Sepanjang hidup, Rendra telah menciptakan segudang karya sastra untuk bangsa. Mulai dari menciptakan syair puisi, membuat naskah drama, sampai dengan menulis cerpen.
Naskah drama yang pernah dia ciptakan mulai dari Orang-orang di Tikungan Jalan, Bib Bob Rambate Rate Rata, Selamatan Anak Cucu Sulaiman, Mastodon dan Burung Kondor, Kasidah Barzanji.
Kemudian juga naskah drama yang bertajuk Lingkaran Kapur Putih, Panembahan Reso, Kisah Perjuangan Suku Naga, Shalawat Barzanji, Sobrat, dan lainnya.
Dikutip dari berbagai sumber, Rendra tidak hanya menulis karya sastra untuk dirinya sendiri, tapi untuk berbicara tentang isu sosial. Dia menciptakan karya melalui relevansi sosial yang merupakan kodrat seorang seniman.
Rendra terus menciptakan banyak karya seni untuk bangsa hingga pada 6 Agustus 2009 di Depok, dekat Jakarta, ia mengembuskan nafas terakhir. Pada saat itu, Si Burung Merak menutup mata pada usia 73 tahun.