Kuliner Khas Magelang

Menengok Proses Pembuatan Mie Lethek, Kuliner Khas Magelang

Produksi mie lethek khas Magelang diprakarsai Sofyan, penduduk Dusun Tuksanga, Borobudur. Ia sudah merintis lebih dari 40 tahun.

Featured-Image
Pembuatan Mie Lethek (Apahabar.com/Arimbihp)

Apahabar.com, MAGELANG - Produksi mie lethek khas Magelang diprakarsai Sofyan, penduduk Dusun Tuksanga,Borobudur. Ia sudah merintis lebih dari 40 tahun.

Menyusuri lereng perbukitan Menoreh yang sejuk dan asri lengkap dengan hamparan pemandangan sawah dan gemericik air sungai. Sesekali terlihat para petani yang sedang menanam padi atau para bapak yang membawa rumput untuk makan ternaknya.

Di antara pemandangan itu, ada yang menarik perhatian. Satu rumah terlihat mengeluarkan kepulan asap, halaman belakang rumahnya penuh papan besi, dan suara mesin penggiling sesekali terdengar menderu.

Saat menelusurinya, bakabar.com menemukan sekelompok masyarakat yang sedang memproduksi Mile Lethek khas lereng Menoreh di rumah tersebut.

Produksi mie lethek tersebut diprakarsai Sofyan, salah satu penduduk Dusun Tuksanga, Kecamatan Borobudur, yang sudah merintisnya lebih dari 40 tahun.

Baca Juga: Mencicipi Nasi Lesah, Kuliner Langka yang Hanya Ada di Magelang

"Usaha ini sebenarnya adalah warisan dari orang tua, tahun berdirinya sejak saya belum lahir, mungkin sudah lebih dari 60 tahun, kami memberinya nama Mie Lethek Candi," kata Sofyan saat ditemui bakabar.com.co di rumah produksinya, Jumat (21/7).

Sedari kecil, Sofyan sering membantu orangtuanya untuk membuat mie lethek sepulang sekolah hingga sekarang bisa meneruskan usaha tersebut.

Berbeda dari mie pada umumnya yang berwarna putih, mie produksi Sofyan warnanya cenderung gelap kecoklatan.

"Sebenarnya kami memproduksi mie jenis soun, tapi karena warnanya tidak putih, masyarakat menyebutnya mie lethek," kata Sofyan.

Sebagai informasi, lethek dalam bahasa jawa pada konteks makanan memiliki arti warna yang gelap dan tidak cerah.

Jadi, bukan proses pembuatannya yang kurang bersih, melainkan memang bahan dasarnya yang menggunakan tepung aren dan tanpa pewarna buatan, sehingga hasilnya tidak cerah.

Baca Juga: Mencicip Mangut Beong, Kuliner Khas Magelang Dekat Candi Borobudur

Sofyan mengatakan, dalam sehari, ia mampu mengolah minimal 1 kwintal tepung aren untuk dijadikan mie lethek.

"Bahan dasar mie lethek tepung aren, satu pohon dengan yang digunakan untuk membuat kolang-kaling, kami biasanya kulakan dari Purworejo dan sekitarnya," kata Sofyan.

Uniknya, proses pembuatan mie lethek ini menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung yang datang dari berbagai daerah.

Biasanya, pengunjung yang datang singgah setelah berwisata ke Candi Borobudur, mengingat letaknya tak begitu jauh dari daerah tersebut.

Bahkan, wisatawan asing banyak yang singgah untuk melihat proses pembuatan mie tersebut dari awal hingga pengemasan.

"Sekali produksi biasanya mulai jam 08.00 hingga 12.00, bisa lebih jika memang sedang ada kunjungan atau permintaan khusus," ujar Sofyan.

Meski demikian, Sofyan tidak menarik biaya khusus untuk wisatawan yang ingin melihat proses pembuatan mie lethek.

"Biasanya memberi seiklasnya, seperti tips, tidak mematok harga, yang penting kami tetap produksi dan cuaca cerah," kata Sofyan.

Sebab, mie lethek bakal terkendala proses produksinya jika memasuki musim hujan atau cuaca tidak mendukung.

"Untuk pengeringan kami 100 persen mengandalkan sinar matahari, jadi bergantung pada alam, kalau tidak ada panas, sementara berhenti" kata Sofyan.

Bagi pengunjung yang tertarik, diperkanankan membeli produk Mie Lethek Candi yang dibanderol mulai Rp 5.000.

"Kalau yang dipasarkan biasanya per bal, saya tidak pernah menghitung omzet bersihnya, yang penting bisa produksi setiap hari, konsumen tetap ada, pekerja juga tetap dapat upah," ujarnya.

Sementara itu, pengunjung asal Belgia, George mengaku kagum dengan adanya mie lethek, karena sependek yang ia tahu, bahan dasar mie hanya gandum.

"Di negara kami tidak ada aren, jadi hanya tahu kalau mie itu dari gandum, ternyata teksturnya lebih kering dan kenyal," kata dia.

George yang juga membeli beberapa bungkus mie lethek juga mengatakan, makanan tersebut akan ia jadikan buah tangan.

"Soalnya unik, akan saya jadikan stok juga dirumah untuk diicip, semoga tidak gagal, karena baru pertama kali mengolah yang seperti ini," ujar George.

Wisatawan mancanegara yang datang bersama istrinya itu mengatakan, pengalamannya berkunjung ke Indonesia sangat berkesan, karena di daerah Borobudur saja, ia sudah bisa melihat berbagai keunikan.

"Saya tidak cuma lihat candi, ada produksi mi, petani vanili, dan berbagai keunikan yang tidak bisa saya temui di Belgia, semoga suatu saat bisa ke sini lagi" ucapnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner