Relax

Mencari Pasangan Sejati, Gadis di Kamboja Disiapkan Gubuk Cinta untuk ‘Belah Duren’

apahabar.com, JAKARTA – Seks di luar nikah kerap dianggap sebagai hal tabu, terlebih bagi masyarakat di…

Featured-Image

bakabar.com, JAKARTA – Seks di luar nikah kerap dianggap sebagai hal tabu, terlebih bagi masyarakat di negara yang menganut budaya timur, seperti Indonesia. Namun, siapa sangka, hal ini justru menjadi tradisi turun temurun yang wajar dilakukan oleh gadis Kamboja.

Adalah Suku Kreung, sang empunya tradisi unik tersebut. Setiap gadis yang memasuki masa pubertas, tepatnya berusia 13 – 15 tahun, bakal diberikan sebuah gubuk yang dibangun sendiri oleh ayahnya. Bangunan berbahan bambu itu biasa dikenal dengan sebutan 'gubuk cinta'.

Gubuk cinta diperuntukkan sebagai tempat bagi gadis Suku Kreung untuk 'bereksperimen' dengan lawan jenis. Mereka akan mengajak lelaki idamannya ke bangunan tersebut untuk melakukan hubungan seksual, atau sekadar berbicara tentang seks.

Bukan cuma satu, para gadis ini bisa memiliki banyak pacar sekaligus di gubuk cinta. Kabarnya, tidak pernah ada perkelahian atau kecemburuan di antara lelaki yang sekaligus dikencani oleh sang gadis. Kekerasan seksual dan pemerkosaan pun disinyalir jarang terjadi.

Kehamilan yang tak diinginkan seringkali terjadi selama tradisi ini berlangsung. Kalau sudah begitu, si gadis akan memilih satu di antara teman kencannya, sekalipun lelaki itu bukanlah ayah biologis dari bayi yang dikandungnya.

Melansir karya Marie Claire (2011), gadis-gadis Kreung menegaskan bahwasanya tradisi ini sama sekali tanpa unsur paksaan. Mereka bertindak sesuai keinginan sendiri, bahkan diberi persetujuan dan kepercayaan dari orang tua.

Orang-orang Kreung percaya tradisi ini merupakan cara terbaik bagi para gadis untuk menemukan cinta sejati. Mereka meyakini, seks adalah bagian alami dari indahnya cinta dan asmara.

Gubuk cinta tumbuh subur di tengah Suku Kreung selama berabad-abad. Namun, seiring berjalannya waktu, tradisi ini mulai tergerus zaman. Kelompok minoritas mulai terekspos pada modernisasi dan budaya khmer, di mana seks pranikah dianggap tidak terhormat.

Mengutip Phnom Penh Post pada Maret 2014, cara keluarga Kreung membangun rumah mereka juga berubah, seiring masyarakat menjadi lebih kaya. Bangunan yang semula berbahan bambu, kini dibangun dari kayu atau batu bata. (Nurisma)



Komentar
Banner
Banner