bakabar.com, BANJARMASIN – Revisi Undang-Undang Provinsi Kalimantan Selatan memang sudah lama diwacanakan. Namun, keberadaan Pasal 4 yang berbunyi "ibu kota Provinsi Kalsel berkedudukan di Banjarbaru" patut disayangkan.
11 November 2020 silam, sejumlah tokoh menggelar diskusi ihwal rencana revisi UU Provinsi di salah satu hotel berbintang Banjarmasin.
Diskusi yang digalang Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sasangga Banua itu bertujuan memberi masukan ke parlemen dan pemerintah pusat.
"Sejak itu ada proses penggalangan inisiatif daerah atas perubahan UU Kalsel. Tapi saat itu memang tidak ada mewacanakan pemindahan ibu kota provinsi," kata akademikus Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Fahriannor kepada bakabar.com.
Fahriannor salah satu tokoh yang hadir dalam diskusi dua setengah tahun lalu. Kala itu ia bertindak sebagai moderator.
Diskusi terbatas yang digelar selama berjam-jam itu tak ada satu pun hasilnya menyebut ibu kota Kalsel bakal dipindah ke Banjarbaru.
Maka tak heran, menurut Fahri, bila banyak pihak ramai-ramai menolak UU Provinsi yang telah disetujui DPR RI pada 18 Februari 2022. Bahkan mengambil ancang-ancang menyengketakannya di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Ini masalah perbedaan pendapat, di negara demokrasi hal seperti ini sah-sah saja terjadi," ujarnya.
Namun, alangkah lebih baik, lanjut dia, bila masalah ini diselesaikan dengan duduk bersama. Pemkot Banjarmasin, Pemprov Kalsel, hingga DPR RI bisa menjalin komunikasi multipihak untuk mencapai satu persepsi.
"Sebab suatu kesepahaman itu dapat mengurangi eskalasi konflik," ucapnya.
Terlepas dari itu, Fahri berpendapat penunjukan ibu kota provinsi mesti dilihat dari berbagai pertimbangan. Seperti kesejahteraan dan nilai historis.
Pengusul pemindahan ibu kota Kalsel juga harus menjelaskan secara rinci alasannya menunjuk Banjarbaru. Mesti ada keterbukaan.
"Konflik itu terjadi lantaran tidak adanya keterbukaan. Tak ada wacana, misalnya, tapi tiba-tiba langsung muncul keputusannya. Tentu itu jadi pertanyaan banyak pihak," pungkasnya.
Penolakan di Mana-mana
Emak-Emak Se-Kelayan Tolak Pindah Ibu Kota Kalsel: Ketulahan, Ketulahan!
Pemindahan ibu kota Kalsel ke Banjarbaru ditolak. Banyak pihak mulai ancang-ancang menempuh jalur sengketa di MK. Dari Dewan Kelurahan (DK) hingga Forum Kota (Forkot) Banjarmasin.
Belakangan, bahkan beredar video berdurasi singkat dari berbagai Forum RT/RW DK di Banjarmasin yang menyatakan sikap menolak dan siap menggugat UU Provinsi Kalsel Pasal 4 Bab II itu.
"Alhamdulillah, jiwa patriotisme urang banjar bisa bersatu padu dan antusiasnya tinggi. Kami sampai kewalahan menerima surat dukungan dan pernyataan," kata Ketua Forkot Banjarmasin, Nisfuady dihubungi bakabar.com, Rabu (16/3).
Kondisi ini, menurutnya menjadi modal kuat untuk 'bertarung' di MK. Saat ini, beberapa dokumen sudah pihaknya kantongi. Misalnya, surat pernyataan warga yang menolak pemindahan ibu kota provinsi Kalsel ke Banjarbaru.
"Surat pernyataan itu disertai dengan identitas warganya," terangnya.
Sebagai pengingat, DPR RI dalam rapat paripurna, Selasa (15/2) resmi mengesahkan tujuh Rancangan Undang-Undang tentang Provinsi menjadi Undang-Undang (UU), salah satunya Provinsi Kalsel.
Adapun RUU yang disahkan menjadi UU yakni UU Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Sulawesi Tengah (Sulteng), Sulawesi Tenggara (Sultra), Sulawesi Utara (Sulut), Kalimantan Timur (Kaltim), Kalimantan Selatan (Kalsel), dan Kalimantan Barat (Kalbar). Namun, keberadaan Pasal 4 yang berbunyi "ibu kota Provinsi Kalsel berkedudukan di Banjarbaru" belakangan menuai penolakan dari masyarakat luas dan pemerintah kota Banjarmasin.