News

Marak Siasat Korupsi Para Pejabat, Berikut Perbedaaan Suap dan Gratifikasi

apahabar.com, JAKARTA – Kasus tindak pidana korupsi saat ini masih marak terjadi di Indonesia. Belakangan Gubernur…

Featured-Image

bakabar.com, JAKARTA – Kasus tindak pidana korupsi saat ini masih marak terjadi di Indonesia. Belakangan Gubernur Papua Lukas Enembe telah ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus korupsi.

Dirinya diduga menerima suap dan gratifikasi sebanyak 1 miliar rupiah terkait APBD di Papua pada awal September lalu.

Gratifikasi dan suap yang dilakukan oleh Lukas Enembe tersebut termasuk dalam salah satu jenis korupsi. Karena perbuatan tersebut dapat merugikan keuangan negara.

Namun, gratifikasi dan suap ternyata memilki prinsip berbeda, lalu apa perbedaan gratifikasi dan suap? Melansir dari aclc.kpk.go.id, Jakarta, Rabu (28/9).

Dalam jenisnya, Korupsi dirumuskan ke dalam 30 bentuk. Hal itu Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dari 30 bentuk tersebut, korupsi dapat dikelompokkan menjadi tujuh kategori, yaitu yang berkaitan dengan keuangan negara, suap menyuap, penggelapan jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.

Dari ketujuh kategori itu, kita tahu bahwa suap, dan gratifikasi berada di kategori berbeda dengan pengertian yang berbeda pula.

Suap

Suap merupakan tindakan memberi atau meminta sesuatu (barang dan uang) dari pemberi suap ke penerima suap. suap terjadi jika pengguna jasa aktif menawarkan imbalan pada petugas pelayanan.

Tujuan dari menawarkan imbalan ini, agar urusannya cepat kelar dan tercapai meski melanggar prosedur.

Misalnya, Suap antarpegawai dilakukan untuk memudahkan kenaikan pangkat atau jabatan. Sementara suap dengan pihak luar misalnya ketika pihak swasta memberikan suap kepada pegawai pemerintah agar dimenangkan dalam proses tender.

Gratifikasi

Berbeda dengan suap, Gratifikasi biasanya dianggap sebagai rezeki nomplok. Biasanya pemberi memberikan gratifikasi tanpa menuntut sesuatu di awal tapi malah berakhir meminta balas budi

Jadi dalam gratifikasi belum ada niat jahat dari pihak penerima pada saat uang atau barang diterima.

Niat jahat dinilai ada ketika gratifikasi tersebut tidak dilaporkan dalam jangka waktu 30 hari kerja, sehingga setelah melewati waktu tersebut dianggap suap sampai dibuktikan sebaliknya.

Gratifikasi menurut Penjelasan Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor yaitu Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

Hukum pidana untuk tindak pidana suap dan gratifikasi

Berdasarkan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Memuat hukuman pidana untuk tindakan suap terkait jabatan diatur dalam Pasal 5 ayat (1) dengan pidana maksimal 5 tahun dan atau denda maksimal Rp250.000.000.

Sementara dalam kasus gratifikasi memiliki hukuman yang lebih berat. Dalam Pasal 12, hukuman bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang terbukti menerima gratifikasi.

Yakni pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Namun dalam kasus gratifikasi, penerima tidak akan terkena hukuman jika dia melaporkan gratifikasi tersebut kepada KPK.



Komentar
Banner
Banner