bakabar.com, BALIKPAPAN - Ismail Bolong kembali bikin heboh. Kali ini setelah fotonya menghadiri pernikahan seorang pejabat di Samarinda beredar di media sosial.
Kemunculan mantan anggota Polresta Samarinda itu turut disoroti Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda, Fathul Huda Wiyashadi.
Baca Juga: Ismail Bolong Kembali Muncul ke Publik!
Fathul menilai munculnya Ismail ke publik sekaligus mengonfirmasi bahwa proses hukum terhadap Ismail Bolong tidak transparan.
"Penegakan hukum hanya dijadikan gimmick saja untuk meredakan isu yang sedang hangat tahun lalu," katanya kepada bakabar.com, Jumat (17/11).
Baca Juga: Kabareskrim Anyar, ISESS: dari Ismail Bolong Sampai Investasi Bodong
Menurutnya, maka tak salah jika publik bertanya-tanya. Atau jangan-jangan statment Bolong mengenai aliran uang tambang ke petinggi Polri benar.
"Harusnya, proses hukum tetap dilanjutkan, agar terbuka dan terang benderang," jelas Fathul.
"Pertanyaannya adalah, apakah proses hukum terhadap Ismail Bolong sudah berjalan sebagaimana mestinya? Sampai di tingkat mana? Apa putusannya," tambahnya.
Baca Juga: Agus Jadi Wakpolri, Castro Sebut Kasus Ismail Bolong Semakin 'Kabur'
Eks polisi Samarinda yang terseret kasus mafia pertambangan Kaltim itu terlihat menghadiri nikahan anak seorang pejabat di sebuah hotel Samarinda, 16 September tadi.
"Kabarnya juga muncul saat peresmian rumah sakit di Kutai," jelas seorang aktivis Kaltim yang konsen mengawal advokasi tambang kepada bakabar.com, Jumat (17/11).
Ia pun bertanya-tanya. Mengapa Bolong yang ditangkap oleh tim Mabes Polri, Desember 2022 silam itu kini bisa berkeliaran bebas?
"Apalagi sampai menghadiri nikahan anak seorang pejabat," jelasnya.
Bolong tak hanya terjerat perkara penambangan ilegal. Namanya mencuri perhatian setelah mengaku menyuap Komjen Agus Andrianto, kini Wakapolri. Totalnya senilai Rp6 miliar. Namun belakangan pernyataan itu Bolong ralat.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:
Bolong mengaku pernyataan menyuap Agus buah dari tekanan Brigjen pecatan Hendra Kurniawan, anak buah Sambo yang terjerat perkara pembunuhan ajudannya sendiri.
Lantas benarkah Ismail Bolong sudah bebas dari jerat hukum? bakabar.com lalu menghubungi Kapolda Kaltim, Irjen Pol Nanang Avianto. Baru dilantik, Nanang tampak normatif.
"Penanganan yang bersangkutan di Bareskrim, silakan tanya ke yang menangani. Dan kalau di Kejagung silakan tanya ke Kejagung," jelas mantan kapolda Kalteng ini, Jumat (17/11).
Baca Juga: Kalah Senior, Kapolri Berani Usut Herry Rudolf Nahak?
Media ini lalu menghubungi humas Kejagung. Namun Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana meminta media ini untuk bertanya langsung ke penyidik.
"Silakan tanya langsung ke penyidiknya, saya tidak tahu," jelas Ketut, Jumat (17/11) siang. "Mabes itu," sambung Ketut merujuk ke penyidikan.
Jawaban Ketut masih serupa dengan sebelum-sebelumnya. Sebulan yang lalu bakabar.com juga menanyakan hal yang sama. Padahal sebelumnya, Bareskrim Polri mengaku telah menyerahkan berkas perkara Bolong ke kejaksaan, 27 Desember 2022 atau lima hari setelah ia diamankan.
Sejumlah pihak sudah mengingatkan agar kasus ini ditangani secara integral. Agar lebih terang benderang, mengingat kasus ini juga menyeret nama Wakapolri Komjen Agus Andrianto.
Baca Juga: Keberadaan Ismail Bolong Jadi Misteri, Kapolri Tersandera?
"Kalau yang menangani Polri ya sama seperti jeruk makan jeruk," kata Peneliti pusat studi antikorupsi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Castro Hamzah, Jumat (17/11).
Bahkan tak hanya nama Agus. Sebelumnya Bolong juga menyebut-nyebut nama Irjen Pol Herry Rudolf Nahak, kala itu, kapolda Kaltim. Nahak disebut-sebut sebagai penyetor uang ke Agus agar menutup mata terhadap praktik tambang ilegal bolong di kawasan Marangkayu, Kukar, Kaltim. Februari 2020, Bolong juga sempat viral setelah aksinya menghadang patroli polisi hutan.
bakabar.com sudah melayangkan pertanyaan ke nomor seluler Agus, namun tak ada respons. Begitu juga Nahak.
Gimik Penangkapan
Penetapan Ismail Bolong sebagai tersangka penambangan ilegal dianggap hanya sebagai bentuk pengalihan isu.
Baik Polri maupun kejaksaan terkesan pingpong perkara atas kasus Bolong. Castro tak terlihat heran.
"Ini semacam operasi melepaskan petinggi Polri dari semacam tuduhan," analisis Castro.
Sebab melepaskan Bolong, menurutnya, sama halnya mencuci dosa. Kasus Bolong bisa menjadi pintu masuk untuk menyeret petinggi-petinggi Polri.
"Ini lagi-lagi membuktikan kalau Polri tidak serius membersihkan institusinya dari segala macam bisnis dan kejahatan, khususnya di sektor sumber daya alam," jelas dosen hukum tersebut.
Reformasi di tubuh Polri pasca-meletusnya tragedi Kanjuruhan, skandal narkoba Teddy Minahasa dan petaka pembunuhan Brigadir Joshua oleh Sambo, kata dia seperti pepesan kosong belaka.
Baca Juga: Diterpa Isu LHKPN hingga Ismail Bolong, Komjen Agus Tetap Dilantik
"Kalimat-kalimat hendak berubah, ingin mereformasi dirinya, tidak lebih dari sekedar gimmick. Jangan harap mendapatkan kembali kepercayaan publik kalau sikap dan perilaku Polri seperti ini," jelasnya.
Dinamisator Jatam Kaltim, Mareta Sari mendesak polisi menindak setiap pelaku penambangan ilegal. "Jika tak berizin maka itu ilegal. Pidananya penjara lima tahun dan penjara seratus miliar rupiah," jelasnya.
Medio Desember 2022, Mabes Polri mengumumkan penetapan tersangka dan penahanan Ismail Bolong. Bolong ditahan selaku Komisaris PT Energindo Mitra Pratama (EMP) sebuah perusahaan tambang diduga ilegal.
Selain Bolong, polisi juga menahan dua lainnya. Rianto selaku pengatur operasional kegiatan pertambangan batu bara dari mulai penambangan, pengangkutan, dan pemuatan dalam rangka dijual. Dan Budi selaku penambang ilegal.
Tersangka Rinto dalam hal ini juga menjabat sebagai kuasa Direktur PT EMP berdasarkan penunjukkan atau perintah lisan tersangka Ismail Bolong.
Penyidik turut menyita beberapa barang bukti. Di antaranya; 36 dumtruck, 3 telepon genggam, 3 buku tabungan, tumpukan batu bara, 2 ekskavator, dan dua rekening koran. Setelah ditangkap, keberadaan mereka bak ditelan bumi.