bakabar.com, JAKARTA - Ketua Dewan Penasihat DPP Partai Golkar, Luhut Binsar Pandjaitan masih ogah menanggapi isu hendak menggantikan Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
"Kita lihat aja-lah, saya itu nggak terlalu ngurusin itu kok," kata Luhut di Jakarta, Senin (24/7).
Baca Juga: Pengamat: Munaslub Diprakarsai Musuh Airlangga di Internal Golkar
Luhut enggan memberikan tanggapan lebih lanjut terkait kans Luhut memimpin Partai Golkar.
"Kita lihat nanti lah," ujarnya.
Baca Juga: Yorrys Raweyai: Airlangga Hartarto jadi 'Bom Waktu' bagi Golkar
Sebelumnya anggota Dewan Pakar DPP Partai Golkar, Ridwan Hisjam menilai Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar, Luhut Binsar Pandjaitan dan Bambang Soesatyo pantas menggantian Airlangga Hartarto.
Penilaian kepantasan disampaikan tiga ormas pendiri Partai Golkar yakni Kosgoro 1957, Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), dan Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI).
"Pak Airlangga tidak apa-apa di kementerian. Memimpin sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, tetapi Partai Golkar diserahkan kepada yang lebih mampu untuk menjaga dan mempertahankan paling tidak meningkatkan suara dari 14 persen naik," kata Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (Depinas) SOKSI, Lawrence Siburian.
Baca Juga: Ridwan Hisjam Bantah Gelar Munaslub Golkar Kudeta Airlangga Hartarto
Sementara politikus senior Partai Golkar, Yorrys Raweyai mengungkapkan tak diperhitungkannya Airlangga Hartarto dalam nominasi capres-cawapres akan menjadi 'bom waktu'.
Baca Juga: Dewan Etik Golkar Panggil Dua Kader Penghembus Isu Munaslub
“Karena itu, boleh jadi, dalam beberapa waktu ke depan, kegagalan Airlangga dalam mewujudkan rekomendasi Dewan Pakar Partai Golkar tersebut akan menjadi 'bom waktu' yang meledak setiap saat," kata Yorrys di Jakarta, Selasa (18/7).
Yorrys menambahkan publik akan menanti gerakan penyelamatan baru serupa fenomena politik yang hinggap di Partai Golkar, beberapa waktu lalu.
Upaya-upaya yang Airlangga lakukan dalam rangka mengampanyekan dirinya sebagai capres atau cawapres, sejauh ini tidak berdampak efektif bagi elektabilitas Golkar jika dilihat dalam kalkulasi politik.