bakabar.com, JAKARTA - Upaya pencegahan korupsi memerlukan sinergi dan kolaborasi dari semua pihak, baik pemerintah pusat maupun daerah.
Terlebih pada sektor pengadaan barang/jasa yang merupakan salah satu titik paling rentan terjadinya tindak korupsi.
Karenanya, hal itu menjadi fokus bagi Kepala Lembaga Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Hendrar Prihadi dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri.
Hal ini diutarakan saat audiensi LKPP dengan KPK pada Rabu (4/1) di Kantor KPK Jakarta.
Dalam kesempatan itu, kepala LKPP yang akrab disapa Hendi itu menyampaikan ada beberapa titik rawan terjadinya korupsi pada pengadaan barang jasa (PBJ).
Ia menjelaskan, melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2022, ada beberapa target yang disampaikan presiden, yakni LKPP diharapkan dapat menyusun regulasi yang transparan.
Sehingga dapat menekan potensi korupsi dalam pengadaan barang dan jasa, serta meningkatkan transaksi belanja produk dalam negeri maupun produk UMK koperasi.
“Pak presiden mengharapkan UMKM dapat terlibat penuh dalam PBJP, minimal 40 persen, namun saat ini realisasinya sampai akhir 2022 masih 34,5 persen yang terlibat," ucap Hendi melalui siaran pers yang diterima bakabar.com.
Ia menyebutkan, dari potensi transaksi belanja yang tercatat di RUP 2022 diharapkan Rp400 triliun adalah belanja PDN.
“Hasil evaluasi LKPP di akhir 2022 mencatat dari Rp410 triliun ada 78 persen yang merupakan PDN. Peningkatan yang terhitung spektakuler adalah pada produk tayang di Katalog Elektronik yang tercatat mencapai 2,4 juta produk di akhir 2022 setelah sebelumnya hanya terdapat sekitar 52.000 produk di awal 2022," kata Hendi.
"Angka tersebut akan ditargetkan naik menjadi 5 juta produk sampai akhir 2023 dengan rencana menambahkan beberapa pekerjaan konstruksi dalam Katalog Elektronik,” lanjutnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah LKPP, Setya Budi Arijanta menerangkan, selama ini LKPP sudah berusaha membangun sistem yang berfungsi bak pipa, namun sayang belum banyak data yang bisa “mengalir”.
Menurut Setya, masih banyak transaksi yang terjadi di luar sistem sehingga memicu masih banyak terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK di lapangan.
Karena terjadi di luar sistem, transaksi-transaksi tersebut tidak dapat dimonitor, maka akan diupayakan semua tercatat dalam sistem.
Oleh karena itu, LKPP memerlukan dukungan dari KPK dan kementerian/lembaga untuk mendorong komunikasi dengan K/L/PD agar lebih kooperatif mencatatkan transaksi belanja dalam sistem yang sudah disediakan.
Hal ini disambut baik oleh Ketua KPK. Ia telah mengusulkan adanya sistem pengadaan nasional kepada presiden.
“Saya sudah pernah menyampaikan ide untuk menekan angka korupsi dalam pengadaan barang/jasa melalui sistem pengadaan yang dapat mengintegrasikan mulai dari proses terima anggaran sampai berita acara serah terima pekerjaan” ungkap Firli.
Integrasi sistem ini tentu akan membutuhkan kerja sama tidak hanya dari LKPP dan KPK, namun juga akan melibatkan Kementerian Keuangan, Bappenas dan Kementerian Dalam Negeri.