Megaproyek IKN

LIMA: Masalah Tambang Ilegal di IKN Akibat Keegoisan Jokowi

Direktur Lingkar Madani atau Lima Indonesia, Ray Rangkuti menuding sejumlah masalah mengemuka di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dipicu keegoisan Jokowi.

Featured-Image
Presiden Joko Widodo duduk di depan tenda usai memimpin seremoni ritual Kendi Nusantara di titik nol Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Senin (14/3/2022). ANTARA FOTO/HO/Setpres-Agus Suparto/hp.

bakabar.com, JAKARTA - Direktur Lingkar Madani atau Lima Indonesia, Ray Rangkuti menuding sejumlah masalah mengemuka di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dipicu keegoisan Jokowi.

Termasuk kepungan tambang ilegal yang menyelubungi IKN yang masih menyisakan masalah pemindahan ibu kota.

"Harus ada perencanaan yang matang, mekanisme yang kuat termasuk partisipasi masyarakat yang mana waktu dan tempatnya masih opsional," kata Ray kepada bakabar.com, Selasa (5/9).

Baca Juga: Kapolda Kaltim Didesak Bongkar Aparat Bekingi Tambang Ilegal di IKN

Maka Jokowi dinilai tak mesti buru-buru memindahkan ibu kota. Terlebih sejumlah masalah masih belum mampu diurai dan menjadi residu tanpa penanganan yang tuntas.

"Jadi tidak harus di 2024, dan tidak harus di Kalimantan ataukah di tempat lain. Tapi pilihan pindah itu bagian dari perjuangan reformasi 98," ujarnya.

Baca Juga: PKB Sindir KPK Incar Cak Imin: Lebih Banyak Korupsi di Depan Mata!

Meskipun wacana pemindahan ibu kota, kata dia, memang telah menjadi diskursus sejak lama. Namun implementasinya mesti secara matang, tanpa menyisakan masalah yang menahun, akut, dan menggunung.

"Sejak zaman reformasi, kita sudah membicarakan pentingnya adanya Ibu Kota Negara baru karena Jakarta dari segala aspek telah ditetapkan sebagai induk semua hal, ekonomi di sini, politik di sini hingga sosialnya," jelasnya.

Lebih lanjut, ia membahas bahwa seseorang yang paling ambisius dengan perpindahan itu adalah Jokowi tapi kurang melibatkan anggota DPR RI sehingga permasalahan di IKN tak kunjung selesai.

"Secara formalnya melibatkan banyak orang, tapi pada dasarnya jalan begitu saja. Itulah akibatnya dari tidak melibatkan orang jadi orang-orang tersebut (DPR) tidak benar-benar terlibatkan," pungkasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner