kesehatan mental

Lengser dari Kekuasaan Sebabkan Post Power Syndrome, Apa Itu?

Pernahkah Anda melihat orang yang seolah tak punya gairah hidup usai lengser dari kekuasaan atau pekerjaannya? Hal itu bisa mengindikasikan post power syndrome.

Featured-Image
Post power syndrome menjangkiti seseorang yang lengser dari jabatan atau kekuasaanya. Foto: Dok. RuangMom.

bakabar.com, JAKARTA - Pernahkah Anda melihat orang yang seolah tak punya gairah hidup usai lengser dari kekuasaan atau pekerjaannya? Hal itu sejatinya bisa mengindikasikan bahwa yang bersangkutan tengah mengalami post power syndrome.

Post power syndrome merupakan gangguan kejiwaan yang membuat penderitanya mengalami penurunan harga diri usai kehilangan kekuasaan. Sindrom ini bisa terjadi pada siapa saja, tapi biasanya menjangkiti kelompok lanjut usia yang memasuki masa pensiun.

Lebih spesifiknya, post power syndrome utamanya menyerang orang dengan kepribadian yang selalu menuntut keinginan untuk dipenuhi, senang dihormati dan mengatur orang lain, sekaligus bangga dengan jabatannya.

Berpotensi Timbulkan Gangguan Psikologis Lain

Dosen Fakultas Psikologi dari Universitas Indonesia (UI), Siti Dharmayanti Bambang Utoyo, menjelaskan bahwa post power syndrome berpotensi menimbulkan gejala-gejala psikologis lain. Di antaranya, depresi, merasa tidak berguna lagi, bahkan menjadi pemarah.

Selain itu, post power syndrome juga bisa menyebabkan penyakit lain, seperti vertigo. Inilah sebabnya, diperlukan kepekaan dan kepedulian manakala ada orang yang baru lengser dari jabatannya.

Salah satu bentuk kepekaan itu ialah dengan mengenali gejala-gejala post power syndrome. Layaknya dampak yang ditimbulkan, pertanda sindrom ini juga dapat diketahui melalui fisik maupun pskilogis.

Dari segi fisik, gejala post power syndrome umumnya menunjukkan penampilan lebih kuyu dan tidak ceria. Mereka jadi lebih mudah terserang penyakit menular, seperti flu, pilek, atau demam lantaran sistem kekebalan tubuhnya menurun.

Sedangkan, gejala terkait emosi yang ditunjukkan penderita post power syndrome, di antaranya kurang bergairah dalam menjalani kehidupan selepas pensiun, mudah tersinggung, menarik diri dari pergaulan, juga tidak mau kalah saat berargumen.

Selain itu, pengidap post power syndrome tidak suka mendengar pendapat orang lain, gemar mengkritik atau mencela pendapat orang lain, bahkan kerap membicarakan kehebatan atau kekuasaannya di masa lalu.

Cara Mengatasi Post Power Syndrome

Pengidap post power syndrome memang cenderung menunjukkan emosi negatif yang kerap membuat jengkel orang lain. Alih-alih menjauhi karena itu, sebaiknya bantulah mereka untuk beradaptasi dan menerima kondisi baru.

Salah satunya dengan memberikan kesibukan baru. Sarankan aktivitas positif yang sekiranya bisa mengalihkan pikiran penderita post power syndrome dari bayang-bayang pekerjaan pada masa lalu, seperti bergabung dengan komunitas lansia.

Selain itu, jagalah komunikasi dengan penderita post power syndrome, mengingat mereka bisa saja menunjukkan gejala yang lebih parah bila ditinggalkan sendirian. Komunikasi pun tak mesti bertatap muka setiap hari, melainkan bisa melalui sambungan telepon.

Namun, bila pengidap post power syndrome dirasa sudah terlalu sulit untuk dihadapi, segeralah minta bantuan dokter atau psikolog.

Editor


Komentar
Banner
Banner