bakabar.com, MARABAHAN - Sudah banyak polisi yang memiliki kemampuan atau kompetensi ekstra, di luar tugas kepolisian. Namun sosok polisi bernama Mardandi di Polres Barito Kuala (Batola) ini, punya kemampuan tambahan yang tidak biasa.
Bertugas sebagai Bhabinkamtibmas di Polsek Bakumpai, pria berpangkat Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda) itu juga merupakan penggiat seni musik tradisional.
Pun alat musik yang dipilih, terbilang jarang dimainkan di Kalimantan Selatan. Lahir dari keluarga Dayak Bakumpai yang tumbuh dan berkembang di Kelurahan Ulu Benteng, Kecamatan Marabahan, Mardandi memilih memainkan sape.
Sape sedianya merupakan gitar tradisional yang populer dimainkan Dayak di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.
"Saya mulai mengenal sape sejak 2008, ketika bertugas di Polsek Kuripan. Kemudian saya meminta teman untuk dibuatkan sape dari kayu kelampan," ungkap Mardandi kepada bakabar.com, Rabu (5/7).
Uniknya keinginan Mardandi memainkan sape terinspirasi suasana hening di Kuripan. Terlebih ketika aliran listrik padam, suara yang terdengar hanya dari binatang malam.
"Kemudian saya mencoba memainkan sape, sembari menidurkan anak. Awalnya teknik bermain sape hanya meraba-raba. Sampai beberapa tahun kemudian, saya mencoba mengulik di YouTube," jelas Mardandi.
"Akhirnya saya menemukan video-video Uyau Moris. Melalui YouTube juga, saya akhirnya mendapatkan nomor telepon Uyau Moris," imbuh ayah empat anak ini.
Uyau Moris merupakan musisi kelahiran Kalimantan Utara yang kembali mempopulerkan sape. Bahkan warga Dayak Kenyah ini berhasil membawa sape ke Eropa dan Amerika Selatan.
"Setelah memperoleh nomor kontak Uyau Moris, saya mulai intensif belajar. Saya juga meminta kepada Uyau Moris untuk dibuatkan sape," beber Mardandi.
Dialiri darah seni dari sang ayah, Mardandi memiliki bakat memainkan alat musik. Sejak masih kecil, mereka kerap diperdengarkan musik panting yang dimainkan sang ayah.
"Saya dari tujuh bersaudara. Biasanya malam hari setelah pulang dari sawah, ayah bermain panting di rumah. Lambat laun kami pun mulai belajar memainkan panting," papar Mardandi.
"Kami juga mempelajari gitar dan alat musik lain secara otodidak. Kalau semuanya kumpul di rumah, kami kerap bermain musik bersama," kenangnya.
Setelah memiliki kemampuan dasar memainkan panting di rumah, bakat Mardandi semakin terasah tatkala bersekolah di SMAN 1 Marabahan.
Diinisiasi guru kesenian, grup panting SMAN 1 Marabahan beberapa kali diundang mengisi berbagai acara, terutama resepsi perkawinan.
"Selain memainkan alat musik, saya biasanya juga diminta menyanyi bersama grup panting di SMAN 1 Marabahan," kenang Mardandi.
Kemampuan memainkan panting dan gitar, ikut mempengaruhi Mardandi dalam memperdalam sape, meski ketiga alat musik petik ini memiliki beberapa perbedaan mendasar.
Seperti perbedaan bentuk dan bobot, suara yang dihasilkan, cara memainkan, serta letak tangga nada maupun notasi.
Berbeda dengan gitar, sape hanya memiliki separuh garis fret untuk membedakan notasi. Sape juga dimainkan dengan cukup banyak teknik slide.
Teknik tersebut bertujuan membuat efek glissando dan vibrato yang mencerminkan karakteristik suara nyanyian manusia.
Diperlukan ketenangan untuk menghasilkan nada. Kemudian keluwesan dan kelincahan jari-jari juga menjadi faktor penting dalam memainkan instrumen ini.
"Kalau sudah sudah tenang dan menyatu dengan sape, tangan seolah-olah bergerak sendiri mencari nada," ungkap Mardandi.
"Sementara kalau mengiringi lagu, hal terpenting adalah hapal lirik atau notasi. Kalau bisa fokus, tidak butuh waktu lama untuk mengulik lagu," sambungnya.
Kemampuan Mardandi dalam memainkan sape, akhirnya mulai tersiar di Polres Batola. Pria berusia 42 tahun ini pun langsung didapuk mengisi acara peresmian bedah rumah di Anjir Pasar, 19 Juni 2023 lalu.
Penampilan tersebut terbilang istimewa, karena langsung disaksikan Kapolda Irjen Pol Andi Rian Ryacudu Djajadi beserta sejumlah pejabat utama di Polda Kalsel.
Kemudian dalam puncak peringatan Hari Bhayangkara ke-77 di Marabahan, Sabtu (1/7), Mardandi kembali unjuk kemampuan untuk mengiringi penampilan Sanggar Tari Polres Batola.
Mardandi pun terlibat penuh dalam Sanggar Tari Polres Batola tersebut sebagai penata tari dan musik.
"Saya sangat bersyukur mendapat dukungan penuh dari Kapolres AKBP Diaz Sasongko, serta keluarga besar Polres Batola untuk melestarikan kearifan budaya lokal," tegas Mardandi.
"InsyaAllah kalau rumah selesai direnovasi, saya bercita-cita mendirikan sanggar seni musik tradisional dan bela diri kuntau," pungkasnya.
Dukungan terhadap Mardandi, terlihat jelas dari unggahan Diaz Sasongko melalui akun Instagram pribadi, Senin (3/7).
Dalam unggahan tersebut, Diaz juga menampilkan foto slide Mardandi dan para penari dari Sanggar Tari Polres Batola.
"Bangga memiliki rekan-rekan zaman now yang masih bersemangat melestarikan budaya dan kearifan lokal," tulis Diaz.
Aksi Penyelamatan
Sebelum dikenal sebagai polisi seniman, nama Mardandi sempat viral lantaran keberhasilan menggagalkan aksi nekat seorang perempuan di Jembatan Rumpiang, 14 Februari 2021 lalu.
Diduga akibat himpitan masalah rumah tangga, seorang wanita nyaris mengakhiri hidup dengan terjun dari jembatan ke Sungai Barito.
Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 10.30, ketika wanita berinisial YAS (30) duduk di sisi luar jembatan sambil menjulurkan kaki.
Namun sebelum YAS menurutkan niat hati, Mardandi kebetulan melintas di sekitar tempat kejadian.
Diliputi rasa curiga, Mardandi menyinggahi wanita tersebut dengan maksud menegur, mengingat posisi duduk YAS merupakan zona bahaya.
Namun YAS yang menangis dan gemetaran, tak banyak merespon teguran Mardandi. Wanita kelahiran Jawa Timur yang tercatat beralamat di Marabahan itu, hanya bergumam minta pertanggungjawaban.
"Sebenarnya YAS tidak sendirian di jembatan. Sang suami yang berinisial DF (27), duduk menunggu di sepeda motor. Ketika saya tanyai, jawaban DF juga tidak menyambung,” beber Mardandi.
Kendati menyadari potensi kejadian buruk yang bisa terjadi, Mardandi tidak gegabah untuk bertindak sendirian menarik YAS dari sisi jembatan.
“Sambil memberikan nasihat kepada YAS, saya berdoa agar ada orang yang lewat. Alhamdulillah doa saya terkabul, karena lewat Heriyanto dari Koramil Cerbon,” jelas Mardandi.
“Tetapi karena posisi kami hanya berdua, masih terlalu berbahaya melakukan evakuasi. Alhamdulillah seorang warga lagi datang membantu kami untuk mengangkat wanita tersebut,” sambungnya.
YAS sempat berusaha berontak ketika ditarik. Namun upaya itu tidak sebanding dengan tenaga ketiga pria yang berusaha memberikan pertolongan.
Ironisnya DF sama sekali tidak berusaha membantu evakuasi tersebut. Selanjutnya bersama YAS, DF diistirahatkan di Polsek Cerbon.
“Cukup sulit meminta keterangan dari YAS, karena terus-menerus menangis. Diketahui mereka memiliki dua anak masing-masing berusia 7 dan 2 tahun,” tandas Mardandi.