Pembuahan di Luar Perkawinan
Donor sperma sejatinya adalah sebuah upaya memiliki anak di luar cara alami. Ini merupakan prosedur di mana seorang pria menyumbangkan air mani guna membantu seseorang ataupun pasangan untuk hamil.
Prosedur itu biasanya diperuntukkan bagi wanita yang tidak memiliki pasangan, namun ingin punya anak. Selain itu, bisa juga untuk membantu pasangan yang mengalami infertilitas pria – untuk kasus ini, biasanya menggunakan sperma orang yang dikenal.
Di samping sumbangan terarah (dari orang yang dikenal), seseorang juga bisa mendonorkan air mani secara anonim ke bank sperma. Tempat ini melayani pembekuan dan penyimpanan sperma ke dalam larutan nitrogen cair guna mempertahankan fertilisasi sperma.
Dalam terminologi medis, bank sperma disebut cryobanking. Itu adalah teknik penyimpanan sel cryopreserved untuk digunakan di kemudian hari. Sel tubuh manusia memang dapat disimpan dengan teknik tersebut, sehingga mampu bertahan hidup untuk jangka waktu tertentu.
Saat seorang pria menyumbangkan air mani ke bank sperma, kemungkinan dia akan menerima bayaran untuk setiap donasi. Pembayaran yang jumlahnya tak seberapa itu dimaksudkan untuk memberi kompensasi atas waktu dan pengeluaran terkait lainnya.
Sperma sumbangan itu bakal membuahi ovum penerimanya melalui inseminasi buatan. Adapun jenis yang paling banyak dilakukan adalah intrauterine insemination (IUI), di mana memasukkan sperma donor langsung ke rahim.
‘Haram’ Dilakukan di Indonesia
Prosedur yang demikian tak bisa dilakukan di Indonesia. Sebab, undang-undang di negeri ini melarang seorang wanita menerima donor sperma dari laki-laki yang bukan pasangannya.
Hal itu sebagaimana tertulis dalam Pasal 40 ayat (1) PP Nomor 61 Tahun 2014 yang berbunyi, “Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah hanya dapat dilakukan pada pasangan suami istri yang terikat perkawinan yang sah [...]”
Begitu pun dengan Pasal 127 ayat (1) huruf a UU Nomor 36 Tahun 2009 yang berbunyi, “Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah [...]”
Kalau pun ada dokter yang diduga melakukan praktik tidak sesuai dengan standar operasional prosedur atau ketentuan di Indonesia, sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka dapat dikenakan pertanggungjawaban secara pidana, perdata, serta sanksi disiplin.