bakabar.com, JAKARTA - Tim kuasa hukum mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe menyebut proses penyidikan yang dilakukan KPK cacat hukum.
Hal itu disebutkan Petru Bala Pattyona dalam pembacaan replik dalam sidang praperadilan yang dilaksanakan pada Rabu (26/4).
Ia menganggap proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK dalam perkara yang menjerat Lukas Enembe mengandung cacat yuridis formal.
“Sehingga surat perintah penyidikan dan penetapan tersangka, yang diterbitkan KPK, menjadi dapat dibatalkan secara hukum,” kata Petrus, Rabu (26/4).
Baca Juga: KPK Periksa Sekda Pemprov Papua Buntut Kasus Lukas Enembe
Menurut dia, cacat formal dalam pelaksanaan penyidikan terlihat dalam proses Lukas Enembe, tidak pernah diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi atau calon tersangka, sebelum terbitnya Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/81/DIK/00/01/09/2022.
Lebih lanjut ia menilai proses hukum yang menjerat kliennya bertentangan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014, yang telah menyatakan bahwa penetapan tersangka dalam hukum cara pidana harus berdasarkan minimal dua alat bukti dengan pemeriksaan calon tersangkanya.
“Bahwa KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan No Sprin.Dik/81/DIK.00/01/09/2022 tertanggal 5 September 2022, dengan diikuti penetapan tersangka kepada Bapak Lukas Enembe, namun sama sekali tidak pernah memeriksa bapak Lukas Enembe sebagai saksi atau calon tersangka,” ujar Petrus.
Baca Juga: Lukas Enembe Ajukan Praperadilan, KPK Yakin Menang!
Dia mengungkapkan, para saksi yang telah diperiksa KPK dalam jawaban termohon beberapa waktu lalu adalah saksi-saksi yang diperiksa berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Lidik/79/LID.01.00/01/07/2022, atas dugaan pelanggaran Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
“Sedangkan penetapan Tersangka terhadap Bapak Lukas Enembe dilakukan dengan Surat Perintah Penyidikan No. Sprin.Dik/81/DIK.00/01/09/2022 tertanggal 5 September 2022, atas dugaan pelanggaran Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi,” paparnya.
Baca Juga: KPK Serahkan Berkas Perkara Pemberi Suap Lukas Enembe ke PN Jakpus
Setelah penetapan Lukas Enembe sebagai tersangka, KPK baru memanggil saksi-saksi termasuk pemohon (Lukas Enembe) pada dugaan pelanggaran Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
“Sehingga tidak tepat dan cacat administrasi formal, jika termohon (KPK), kemudian mengatakan bahwa bukti permulaan, yang dimaksud adalah bukti dalam Penetapan tersangka terhadap Bapak Lukas Enembe, karena Nomor Surat Perintah Penyidikannya berbeda,” pungkasnya.