bakabar.com, TANJUNG - Kebijakan tidak mewajibkan calon legislatif melampirkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), sebagaimana termaktub dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), terus mendapat sorotan sejumlah pihak.
Salah satunya, Pengamat Politik Kalimantan Selatan, Kadarisman, dan Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Tabalong, Ardiansyah.
Kadarisman mengatakan, masyarakat harus bisa memahami sekaligus memisahkan mana yang bersifat administratif, dan hak dasar serta asasi bagi setiap warga negara.
Dia menjelaskan, hak politik merupakan hak dasar dan asasi warga negara, sebagaimana tertuang dalam UUD 1945.
Karenanya, tidak boleh ada aturan turunan dari konstitusi yang menghalangi atau menghilangkan hak politik warga negara, kecuali ada keputusan pengadilan yang mencabut haknya.
"SKCK itu adalah persoalan administratif. Siapapun mantan terpidana tidak menghalangi haknya untuk mendapatkan SKCK," ucap Kadarisman kepada bakabar.com, Jumat (16/9).
Dia berdalih, seorang mantan terpidana tidak boleh dihukum atas kesalahan masa lalunya, sehingga kepolisian tetap wajib memberikan SKCK. Namun, tetap dengan catatan khusus jika seseorang tersebut bermasalah hukum di masa lampau.
"SKCK tidak akan menggugurkan hak politik seseorang. Jadi, sebenarnya tidak masalah juga seseorang perlu atau tidaknya disyaratkan punya SKCK," katanya.
"Saya justru lebih baik orang yang pernah terpidana pada ancaman hukuman tertentu mengumumkannya sendiri sebagaimana ketentuan UU No 7 Tahun 2017," lanjutnya.
Menurutnya, siapapun tidak bisa menambahkan hukuman pada seseorang yang telah selesai menjalani hukumannya.
Kendati demikian, rakyat juga jangan disodorkan "calon bodong". Rakyat perlu tahu calon perwakilan yang mereka pilih barangnya seperti apa.
"Dalam Islam, ibarat seseorang yang ingin meminang istri, maka boleh bagi dirinya untuk melihat si perempuan. Dan, si perempuan menunjukkan wajahnya yang sebenarnya, sehingga tidak terbeli kucing dalam karung. Ada hak konstituen melihat siapa figur yang hendak dia pilih."
"Soal pernah terpidana, sejatinya soal tanggung jawab moral saja. Dia masih berhak untuk berkontribusi kebaikan atas perubahan baik yang hendak dia perbaiki. Kan boleh begitu. Tapi tadi itu, mesti jujur," tegas Presidum KAHMI ini.
Selain itu, dia juga menyoroti syarat NPWP bagi calon legislatif. Apapun syaratnya, hendaknya tidak boleh bertujuan menghilangkan hak dan kesempatan warga negara.
"Jadi kalau pun KPU mau membuat aturan, jangan ngasal juga. Nanti semua dimasukan. Tidak hanya SKCK dan NPWP, nanti juga BPJS, pajak, rekening listrik," sebutnya.
Sementara itu, Ketua KPUD Tabalong, Ardiansyah, tidak syarat tersebut tertuang dalam ketentuan undang-undang.
"Kalau dalam UU No 7 Tahun 2017 tidak disebutkan secara implesit, namun dalam turunannya, yakni PKPU No 20 Tahun 2018 menyebutkan, bakal calon anggota DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/Kota tidak pernah menjadi narapidana atau mantan narapidana dengan ancaman 5 tahun/lebih berdasarkan putusan inkrah pengadilan dibuktikan dengan surat penyataan dan SKCK," jelas Ardiansyah dihubungi terpisah.
"[syarat, red] kami masih menunggu PKPU terbaru dan petunjuk teknisnya," pungkasnya.