Adapun nilai yang dipatok; rumah sakit swasta Rp2 juta, RS Sultan Suriansyah Rp25 juta, klinik & laboratorium Rp1 juta, profesi kesehatan Rp1 juta, UPTD laboratorium dan instalasi farmasi Rp1 juta, bidang pada Dinas Kesehatan Rp1juta, apotek dan toko obat Rp300-500 ribu. Kemudian para nakes yang PNS Rp100 ribu per orang.
Pengamat Kebijakan Publik Banjarmasin, M Pajri membenarkan jika praktik tersebut bisa berpotensi pungli. Bahkan, mengacu delik penyalahgunaan wewenang berpotensi masuk tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi.
"Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan bisa menjadi dugaan gratifikasi," ujar direktur Borneo Law Firm.
Dalam perspektif hukum, menurutnya, kejadian iuran dana tersebut dapat menyebabkan terjadinya dugaan penyimpangan, kewenangan atau penyalahgunaan wewenang dan korupsi.
"Kejadian permintaan iuran dana dalam kondisi tertentu bisa dianggap sebagai dugaan pungli yang termasuk dalam kategori penyalahgunaan jabatan," katanya.
"Biasanya bentuk-bentuk pungli ini menunjukkan adanya praktik secara terstruktur dan melembaga," tambahnya.
Sehingga menurutnya transparansi dan akuntabilitas menjadi sangat penting dalam mencegah potensi penyimpangan, korupsi, dan munculnya pungutan yang tidak berdasar.
Dugaannya hal tersebut bisa dianggap melanggar Pasal 368 KUHP, Pasal 418 KUHP dan Pasal 423 KUHP, sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Pasal 12 Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 Juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Maka menurutnya sebelum menjadi aduan dan masuk ranah penyelidikan ke aparat penegak hukum kepolisian, kejaksaan, ia menyarankan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) Inspektorat Kota Banjarmasin turun tangan membuat terang kejadian tersebut baik dalam ranah ketentuan UU ASN dan ranah hukum.
Dalam masalah tersebut Pazri menilai juga perlu komitmen Pemkot Banjarmasin mewujudkangood governmentkhususnya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme.
"Maka kinerja atas penyelenggaraan organisasi pemerintah menjadi perhatian untuk dibenahi. Salah satunya melalui sistem pengawasan yang efektif, dengan meningkatkan peran dan fungsi dari APIP," jelasnya.
Begitupun APIP harus dioptimalkan jika memang melanggar ketentuan hukum. "Maka harus dikembalikan iuran-iuran dana tersebut dan jadi pembelajaran bagi semua pihak agar tidak terulang lagi," ujarnya.
"Saya berharap tidak ada lagi ke depan acara yang dipaksakan atau gagah-gagahan padahal anggarannya tidak ada dalam perencanaan keuangan daerah dan sehingga tidak boleh dipaksakan," katanya.
Lebih jauh, Pajri turut mengingatkan jika KPK dalam surat edarannya tentang pengendalian gratifikasi telah mengingatkan kepada para pimpinan kementerian, lembaga dan pemerintah daerah untuk menghindari gratifikasi dan patuh terhadap ketentuan hukum yang berlaku demi mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.
Sehingga menurutnya transparansi dan akuntabilitas menjadi sangat penting dalam mencegah potensi penyimpangan, korupsi, dan munculnya pungutan yang tidak berdasar.
Wali Kota Diminta Turun Tangan
Soal Iuran Wajib HKN Ke-57, Wali Kota Banjarmasin Tersulut Emosi
Sebelumnya, dugaan pungli ini turut memantik perhatian Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalsel.
Kepala BPKP Kalsel Rudy Maharani Harahap mengatakan iuran berupa sumbangan tersebut sejatinya dapat dipertanggungjawabkan secara benar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Namun, jika tidak, langkah bersifat preventif atau represif dapat dilakukan. Kementerian Sosial sesuai dengan kewenangannya dapat melakukan koordinasi dengan kepolisian setempat.
"Dalam hal penanganan lebih lanjut," ujarnya Rabu (17/11).
Undang Undang (UU) Nomor 9 tahun 1961 pasal 8 tentang pengumpulan sumbangan tanpa izin pejabat yang berwenang, atau tidak sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam Surat Izin, atau menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dikenakan sanksi pidana.
"Pengawasan dan pengendaliannya di Kemensos dan Dinas Sosial (Dinsos) setempat sedang untuk penegakan hukumnya mengandalkan Tim Saber Pungli," ujarnya.
Ia meminta Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina segera turun tangan memerhatikan secara khusus iuran wajib HKN tersebut.
"Kami meminta atensi wali kota Banjarmasin untuk memitigasi risikofraudini," ucapnya.
Lantas apa respons Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina?
Ibnu Sina mengaku tidak mengetahui soal adanya permintaan iuran itu.
"Kita tidak tahu. Namun saat dikonfirmasi ke Dinkes, katanya itu atas nama panitia," katanya saat ditemui di Balai Kota, kemarin.
Begitu pun soal tarif minimal yang dipatok, Ibnu bergeming.
"Mudah-mudahan ke depan tidak ada lagi," katanya.
Dewan Akan Panggil Kadinkes Banjarmasin
Ketua Komisi IV DPRD Banjarmasin, Noor Latifah bilang pihaknya akan memanggil Kepala Dinkes Banjarmasin, Machli Riyadi.
Lala menyebut jika permohonan iuran sejatinya sangat tidak pas dilakukan. Apalagi jika sumbangan diberi patokan nilai. "Kalau sumbangan tidak ada patokan nominal," katanya.
Selain itu, dia turut menyayangkan sumbangan diminta hingga ke pihak di luar lingkup Dinkes.
"Sangat tidak elok," katanya.
Lala yang turut tergabung dalam Badan Anggaran (Banggar) Banjarmasin pun mengaku, jika sebelumnya Dinkes tidak pernah mengusulkan anggaran untuk HKN.
"Jadi tidak pas kalau meminta iuran terhadap para nakes," katanya.
Dilengkapi oleh Riyad Dafhi Rizki