True Crime

Kisah Nyata Serial ‘The Jeffrey Dahmer’ di Netflix: Pembunuh Berantai Gay yang Dipukuli sampai Tewas

Pada 21 September 2022, Netflix merilis serial true crime bertajuk Monster: The Jeffrey Dahmer Story. Serial ini berangkat dari kisah nyata Jeffrey Dahmer.

Featured-Image
Poster DAHMER - Monster: The Jeffrey Dahmer Story (Foto: dok. Republika Network)

bakabar.com, JAKARTA - Pada 21 September 2022, Netflix merilis serial true crime bertajuk Monster: The Jeffrey Dahmer Story.

Tak berselang lama usai mengudara, serial ini sukses memuncaki daftar sepuluh teratas tayangan paling populer.

Ketenaran yang demikian bukan tanpa alasan. Belakangan, true crime telah menjadi salah satu genre yang banyak digandrungi penikmat film. Terlebih lagi, serial garapan Ryan Murphy itu berangkat dari kisah nyata.

Ya, Jeffrey Dahmer yang dituturkan dalam serial Netflix tersebut benar-benar pernah hidup di muka bumi ini.

Persis seperti yang dipertontokan, sosoknya merupakan pembunuh berantai homoseksual yang memakan jasad korbannya.

Predator Seks, Nekrofilia, Kanibal

Jeffrey Lionel Dahmer merupakan pembunuh berantai dan predator seks asal Amerika Serikat.

Dalam kurun 13 tahun, tepatnya mulai 1978 sampai 1991, dia membunuh 17 pria – baik usia dewasa maupun remaja. 

Pria kelahiran 21 Mei 1960 itu tak sekadar membunuh, tetapi juga memutilasi dan memakan jasad korbannya.

Saat melakukan interogasi dengan psikolog, Dahmer mengaku tubuh yang telah mati dan memutilasi membuatnya terangsang – mengindikasikan dirinya mengidap nekrofilia.

Parahnya lagi, hasil autopsi pada korban menemukan bahwa tengkorak mereka dibor ketika masih hidup.

Dahmer menyebut hal itu sebagai eksperimen: menyuntikkan sebuah cairan ke otak korban untuk mengubahnya menjadi ‘budak seks zombie.’

Psikiater yang mewawancarai Dahmer menyebut sosoknya sangat cerdas, tenang secara emosional, dan pemikirannya logis juga rasional.

Lantas, atas tindakan di luar nalarnya itu, Dahmer dicap sebagai Milwaukee Cannibal atau Milwaukee Monster. 

Langgengnya Aksi Dahmer dan Kelalaian Aparat

Lebih dari satu dekade melancarkan pembunuhan, aksi Dahmer tentu tak berjalan mulus-mulus saja.

Malahan, dia beberapa kali hampir kedapatan melakukan aksi keji. Sayangnya, kelalaian aparat hukum menjadi penyebab langgengnya aksi Dahmer.

Misalnya saja, pada kasus Konerak Sinthasomphone yang digambarkan di episode kedua Monster: The Jeffrey Dahmer Story.

Kala itu, tepatnya dini hari 27 Mei 1991, bocah lelaki berusia 14 tahun berhasil lolos dari cengkraman Dahmer.

Dirinya berkeliaran di jalan dalam keadaan telanjang, berada di bawah pengaruh obat-obatan, serta mengalami pendarahan dari rektumnya. Dua wanita muda menemukan Sinthasomphone, lalu menelepon 911.

Dahmer mengatakan kepada John Balcerzak dan Joseph Gabrish, polisi yang dikirim ke lokasi kejadian, bahwa Sinthasomphone adalah pacarnya yang berusia 19 tahun. Mereka bertengkar saat minum.

Kedua wanita tersebut berulang kali meyakinkan polisi bahwa pria tersebut adalah anak-anak. Namun, apa boleh dikata, polisi lebih mempercayai informasi yang disampaikan Dahmer.

Malam harinya, dia membunuh dan memutilasi Sinthasomphone, kemudian menyimpan tengkoraknya sebagai pajangan. 

Pembunuhan yang Gagal, Akhir Kriminal Dahmer

Kisah kriminal Dahmer berakhir saat dia berusaha memikat seorang pria bernama Tracy Edwards pada 22 Juli 1991.

Sang pembunuh berantai mencoba memborgol ‘calon’ korbannya itu, namun dia berhasil menggagalkan upaya tersebut.

Edwards sempat meninju wajah Dahmer dan menendang perutnya, lalu melarikan diri. Dia pun selamat usai meminta bantuan pada mobil polisi yang kebetulan melintas. Aparat lantas menuju apartemen Dahmer dan menangkapnya.

Di tempat itu, polisi menemukan sebuah tong berisi asam yang menyimpan beberapa mayat. Ditemukan pula peralatan untuk pembangunan altar lilin dan tengkorak manusia di lemarinya, serta hati manusia di dalam freezer.

Tewas di Tangan Sesama Napi

Dahmer didakwa atas 17 tuduhan pembunuhan, kemudian dikurangi menjadi 15. Meski bukti sudah terpampang nyata, sang pembunuh berantai malah mengaku tidak bersalah dengan alasan gila.

Tetapi pengadilan tetap memutuskan Dahmer waras dan bersalah atas tuduhan pembunuhan.

Dia pun dijatuhkan hukuman penjara seumur hidup, menghabiskan sisa masanya di Lembaga Pemasyarakatan Columbia.

Di sana, Dahmer mendapat penyerangan dari sesama narapidana. Serangan pertama terjadi pada Juli 1994, di mana seorang tahanan mencoba menebas leher Dahmer dengan silet usai dirinya kembali ke sel dari kebaktian gereja.

Kala itu, Dahmer selamat dan hanya mengalami luka dangkal. Namun, naas, Dahmer kembali mendapat serangan pada 28 November 1994, ketika sedang melakukan pekerjaan kebersihan di gym penjara.

Dahmer dan narapidana lainnya, Jesse Anderson, dihajar habis-habisan menggunakan gagang sapu oleh seorang narapidana bernama Christopher Scarver.

Dahmer pun tewas dalam perjalanan menuju rumah sakit lantaran mengalami trauma kepala yang parah.

Editor


Komentar
Banner
Banner