bakabar.com, SURABAYA - Bermula dari melihat tanaman enceng gondok yang rimbun di dekat rumahnya, Wiwit mendapat ide brilian. Tanaman itu kemudian diolahnya menjadi berbagai kerajinan tangan yang bernilai jual tinggi.
Perempuan 55 tahun itu tak menyangka hasil kerajinan tangannya begitu diminati. Sebelum mendirikan usaha, Wiwit terdaftar sebagai keluarga miskin (gakin).
"Saya dulu memang masuk kategori gakin, karena suami saya dulu bekerjanya serabutan," ungkap Wiwit saat dihubungi Rabu (29/3).
Baca Juga: UMKM Butuh Modal, Berikut Cara Dapatkan KUR dari Bank BRI
Tak mau terus-terusan hidup susah, Wiwit mengikuti sejumlah pelatihan sejak 2006 untuk menggerakkan roda ekonomi keluarga. Salah satunya mengikuti pelatihan kerajinan enceng gondok pada 2007 saat dirinya menjadi kader lingkungan.
"Setelah pelatihan, saya ingat kalau enceng gondok itu tumbuh rimbun di belakang rumah saya, tercetuslah ide membuat usaha," ujar perempuan berkacamata itu.
Wiwit dibantu sang suami mengumpulkan enceng gondok. Lalu memisahkan batangnya, memeras sisa air, hingga mengeringkannya.
"Kalau sudah benar-benar kering, baru enceng gondok bisa dianyam dan diolah menjadi kerajinan tangan," imbuh Wiwit.
Baca Juga: UMKM di Pasar Wadai, Wali Kota Banjarbaru: Beri Keuntungan ke Pedagang
Wiwit membutuhkan delapan kali percobaan untuk membuat kerajinan tangan enceng gondok yang layak jual. Hasil karyanya pertama kali dijual ke tetangga sekitar.
Dia mulai mengembangkan produknya sejak saat itu. Mulai dari tas, dekorasi rumah, asesoris, dan lain-lain.
Hingga pada 2008, UMKM milik Wiwit menjadi produk unggulan di Kelurahan Kebraon, Surabaya. Produknya pun mulai dilirik oleh Pemkot Surabaya dan Wiwit mengikuti sejumlah agenda gelar produk untuk memamerkan produknya.
Pada saat Tri Rismaharini menjabat menjadi Wali Kota Surabaya, produk Wiwit pun sempat mendapat kritikan keras. Khususnya dari segi desain produk.
Desainnya dibilang jelek. Tapi justru itu menjadi pecutan buat saya agar meningkatkan kualitas produknya, kata pemilik usaha Wiwit Collection itu.
Baca Juga: Kisah Inspiratif Warid, Jatuh Bangun Rintis Usaha Rumahan Hingga Ekspor ke Luar Negeri
Beberapa bulan setelah mendapat kritikan itu, Wiwit kembali bertemu Wali Kota Surabaya dengan desain produk yang baru. Produk milik Wiwit pun dipuji dan dianggap layak jual.
Sejak itu pula, produk kerajinan milik Wiwit rutin dipesan khusus oleh Pemkot Surabaya. Bahkan, produknya kerap menjadi buah tangan tamu undangan agenda internasional di Surabaya.
"Sudah pernah ikut pameran di luar negeri juga. Produk saya juga diekspor ke Arab, Cina, Australia, Belanda, Jepang, Korea Selatan, dan lain-lain," tutur Wiwit.
Baca Juga: Resmikan Rumah Produksi Bersama, Teten: Lahirkan Wirausaha Mudah
Pasca pandemi, omzet Wiwit sudah mencapai Rp25 juta per bulan. Dia juga rutin membina masyarakat sekitar dan UMKM lain di Surabaya.
Wiwit juga berpesan untuk semua pelaku UMKM untuk terus mengembangkan kualitas produknya. Serta jangan mudah merasa puas.
"Terus perluas jaringan," pungkas Wiwit.