kekerasan seksual

Kiai Cabul di Malang Kena Vonis 15 Tahun, YLBHI: Penuhi Rasa Keadilan

LBH Surabaya Pos Malang apresiasi PN Kepanjen karena menjatuhkan pidana 15 tahun penjara.

Featured-Image
Muhammad Tamyiz Al Faruq, seorang kiai yang juga terdakwa kasus kekerasan seksual terhadap santrinya, saat mengikuti sidang putusan di PN Kepanjen, Kabupaten Malang, pada Senin, 8 Januari 2024. Foto: apahabar.com/Moh Badar Risqullah

bakabar.com, MALANG – YLBHI LBH Surabaya Pos Malang mengapresiasi Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen dalam memutus perkara kekerasan seksual dengan terdakwa Muhammad Tamyiz Al Faruq.

Diketahui, Muhammad Tamyiz Al Faruq merupakan seorang kiai yang juga pengasuh pondok pesantren di Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang. Ia divonis bersalah karena terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap santrinya.

Vonis tersebut disampaikan oleh majelis hakim yang dipimpin Jimmi Hendrik Tanjung dalam sidang putusan perkara nomor 362/Pid.Sus/2023/PN.Kpn di Ruang Kartika Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen, pada Senin, 8 Januari 2024.

Baca Juga: Kronologi Oknum Dishub DKI Cabuli Bocah SD

Dalam vonis tersebut, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman pidana kepada Muhammad Tamyiz Al Faruq dengan pidana selama 15 tahun penjara, serta denda Rp1 miliar rupiah, dan subsider kurungan 6 bulan.

”Kami memberikan apresiasi terhadap Jaksa Penuntut umum (JPU) yang menangani perkara dan Majelis Hakim yang memutuskan perkara a quo,” kata Tri Eva Oktaviani, pendamping hukum korban dari YLBHI LBH Surabaya Pos Malang.

Menurut Tri Eva, putusan bersalah dengan pidana 15 tahun penjara tersebut telah sesuai dengan tuntutan JPU yang dinilai memenuhi rasa keadilan bagi korban kekerasan seksual.

Baca Juga: Buron! Guru Ngaji Cabuli 15 Bocah Purwakarta Jawa Barat

Lebih dari itu, Tri Eva mengatakan, pihaknya juga menilai bahwa pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara tersebut telah mereprentasikan perspektif korban karena melihat beberapa hal yang memberatkan terdakwa.

Adapun beberapa hal yang memberatkan terdakwa, yaitu perbuatan terdakwa merusak masa depan dan cita-cita anak korban, mencoreng citra dan teladan pesantren sebagai lembaga pendidikan, menimbulkan trauma pada korban, meresahkan masyarakat dan berbelit-belit saat persidangan.

”Kami menilai putusan ini memberikan preseden baik dalam penegakan hukum kekerasan seksual dan upaya untuk memberikan efek jera bagi pelaku serta mengakomodasi hak korban atas kebenaran, keadilan dan pemulihan,” ujarnya.

Baca Juga: Kecanduan Video Porno, Guru Ngaji Cabuli Santrinya 20 Kali di Semarang

Berkaca pada perkara tersebut, dia mengajak seluruh masyarakat sipil untuk berkontribusi aktif dalam mencegah dan memberantas segala bentuk kekerasan seksual, khususnya pada lingkungan institusi pendidikan keagamaan.

Editor
Komentar
Banner
Banner