bakabar.com, MARABAHAN – Selain menghambat arus lalu lintas, kerusakan jalan nasional di Gampa Asahi, Kecamatan Rantau Badauh, Barito Kuala, juga memunculkan beragam dampak.
Kondisi jalan nasional sepanjang 2,5 kilometer itu semakin memburuk, seiring peningkatan lalu lintas truk bertonase besar.
Peningkatan intensitas ini dimulai sejak pertengahan Januari 2021, setelah Jembatan Sungai Salim di Mataraman, Kabupaten Banjar, terputus akibat terjangan banjir.
Akibatnya badan jalan yang dirancang hanya untuk beban maksimal 15 ton, perlahan mulai rusak akibat dilewati angkutan industri berbobot melebihi kekuatan jalan.
Tidak mengherankan kalau jalan tersebut seakan menjadi kuburan truk-truk bertonase besar. Sudah lebih dari 20 truk yang amblas, patah as roda hingga terbalik.
Lantas muncul antrean panjang kendaraan selama berjam-jam, karena menunggu evakuasi truk yang mengalami masalah di jalan tersebut.
Tidak cuma menghambat perjalanan pengguna jalan, kemacetan itu juga memiliki dampak-dampak lain yang mengikuti.
“Kemacetan itu bisa memicu stres masal, baik pengguna jalan maupun masyarakat setempat oleh karena panjang antrean dan durasi kemacetan,” papar Nasrullah, dosen Pendidikan Sosiologi FKIP Universitas Lambung Mangkurat.
“Kemudian debu akibat lalu lalang mobil angkutan berat juga bisa berdampak negatif untuk kesehatan. Ditambah pelambatan mobilitas pengguna jalan, sehingga berbagai hajat hidup tidak bisa disegerakan,” imbuhnya.
Di sisi lain, buka tutup di jalur sepanjang 2,5 kilometer dan tambal sulam kerusakan jalan belum terlalu signifikan mengurai kemacetan.
“Penyebabnya bukan sistem buka tutup, melainkan badan jalan tidak sanggup menahan beban, ditambah pengendara mobil yang tidak taat antrean,” beber Nasrullah.
Kedepan tidak cuma buka tutup jalan. Otoritas terkait harus memikirkan kembali solusi alternatif berdasarkan situasi nyata, sebelum arus lalu lintas semakin meningkat menjelang lebaran.
“Untuk solusi jangka panjang, mindset Batola sebagai jalur alternatif pascabanjir harus diubah. Pemprov Kalsel harus didukung untuk membuka akses permanen ke Banua Enam dan Kalimantan Tengah melalui Batola,” papar Nasrullah.
“Selain akses menuju Tapin melewati Kecamatan Bakumpai, Pemprov Kalsel perlu mendukung Proyek Kutabamara yang digagas Pemkab Batola,” sambungnya.
Kutabamara yang merupakan akronim Kuripan Tabukan Bakumpai Marabahan adalah proyek pembuatan dan pengembangan jalur darat sejauh 60 kilometer.
Dimulai sejak 2018, program ini lebih fokus kepada infrastruktur jalan dan jembatan yang menghubungkan keempat kecamatan tersebut.
“Selagi Kutabamara berjalan, Pemprov Kalsel perlu segera merealisasikan interkoneksi daratan yang menghubungkan Batola ke Paminggir di Hulu Sungai Utara, kemudian dilanjutkan ke Barito Selatan di Kalteng,” usul Nasrullah.
“Artinya solusi kemacetan ini tak sekadar memperlancar arus lalu lintas, tetapi menjadi inspirasi agar seluruh wilayah Kalsel terinterkoneksi antarkabupaten dan antarpropinsi,” tandasnya.