bakabar.com, BANJARMASIN – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kabupaten Kotabaru, Pinto Ariwibowo membeberkan hasil fakta persidangan kasus dugaan korupsi pembangunan Pasar Rakyat Sukorame Desa Tegalrejo Kotabaru yang digelar kemarin, Senin (4/1).
Kemarin, sidang yang menyeret nama eks Kadis Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Kadiskoperdag) Kabupaten Kotabaru, Mahyudiansyah sebagai terdakwa digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Banjarmasin.
Pinto mengungkapkan, dari keterangan 4 saksi yang dihadirkan bahwa, Mahyudiansyah yang saat itu menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tak menjalankan prosedur pembangunan pasar sesuai yang tertera dalam dokumen kontrak.
Pasalnya, dari sejumlah nama staf teknis di dalam dokumen tersebut, tak ada satupun yang bekerja.
Melainkan yang mengerjakan orang lain. Parahnya lagi, itu hanya dikerjakan oleh satu orang saja.
“Jadi di dokumen kontrak itu namanya si A sampai F. Sementara yang di lapangan hanya ada satu orang. Dan itu bukan dalam dokumen kontrak,” beber Pinto, Selasa (5/1).
Padahal ujar Pinto dalam Perpres Nomor 16 Tahun 2018 sangat jelas mengatur PPK harus mengetahui isi dalam dokumen proyek, termasuk staf teknis yang bekerja di lapangan.
“Jadi JPU menekankan di situ. Dasarnya kita bekerja ini kontrak kan. Dia intinya sudah tidak sesuai dengan kontrak,” jelasnya.
Menurut Pinto, dari sinilah permasalahan ihwal rendahnya mutu bangunan fisik pasar muncul. Gara-gara pelaksana pekerjaan tak sesuai dengan keahliannya.
“Jadi akibat nggak ada ahli-ahlinya itu mengakibatkan pekerjaan terhambat, mutunya kurang. Jadi awalnya dari situ,” bebernya.
Selain itu dikatakan Pinto, untuk keterangan dari ahli yang sebelumnya sudah disiapkan pihaknya untuk sementara ditunda terlebih dahulu. Hal ini dilakukan atas permintaan majelis hakim.
“Ahli belum karena dari ketua minta saksi dulu dihabiskan. Kalau ahli mungkin dua pekan lagi,” bebernya.
Menanggapi hal itu, kuasa hukum dari Mahyudiansyah, Rahadian Noor, dari Kantor Hukum Wasaka dan Rekan menyatakan, bahwa kliennya hanyalah korban dari Dedi Sunardi dan Sukirno Prasetyo.
Di mana seperti diketahui, Dedi selaku konsultan pengawas PT Saijaan Engineering telah divonis majelis hakim Tipikor 4 tahun penjara dan Sukirno selaku kontraktor pelaksana PT Mutiara Abadi Indah (MIA) 6 tahun penjara.
Dua terpidana ini ujar Raha, melakukan rekayasa terhadap dokumen kontrak yang dibuat. Sehingga seolah-olah dokumen tersebut benar, padahal fiktif.
“Jadi seolah-olah berkas itu sudah benar sudah tepat. Lalu beliau sebagai PKK menyetujui. Tapi di situ terjadi tindak korupsinya. Dan itu sudah dibuktikan dalam persidangan terdahulu,” jelas Raha, Selasa (5/1) malam.
Selain itu, kerja sama kontrak pembangunan pasar tersebut sebelumnya juga sudah diputus oleh klien-nya.
“Kontraktor sudah diperingatkan 3 kali. Sudah diputus kontrak. Dengan nilai proyek 47,75 persen,” bebernya.
Dijelaskan Raha bahwa kliennya dikenakan pasal35 ayat 3 undang-undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang tindak pidana korupsi karena penyalahgunaan wewenang.
“Jadi ini bukan objek dari kesalahan pembangunan pasar tersebut yang jadi objek korupsi. Tapi Masalah kewenangan beliau, masalah pencairan,” katanya.
Akibat ketidaktahuan itulah sehingga klien-nya ikut terseret dalam perkara ini.
“Karena ketidaktahuannya. Ini berimbas pencairan itu. Karena Dedi seolah-olah benar sebagai konsultan,” tukasnya.