bakabar.com, JAKARTA– Alokasi anggaran untuk pembangunan rumah subsidi atau Kredit Pemilikan Rumah (KPR) skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) bagi masyarakat berpenghasilan rendah menipis.
Makanya Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Properti mendorong pemerintah untuk menemukan solusi dari persoalan tersebut.
Pemerintah menganggarkan Rp11 triliun untuk 102.500 unit rumah subsidi di tahun 2020. Namun anggaran itu sudah mencakup Rp2 triliun dana pengembalian pokok untuk kebutuhan penambahan anggaran rumah subsidi di 2019.
Maka dana yang tersisa Rp9 triliun itu diperkirakan akan habis April 2020 mendatang. Padahal kebutuhan perumahan bagi MBR diperkirakan mencapai 260.000 unit pada tahun ini, artinya realisasi pendanaan masih sangat kurang terhadap kebutuhan.
“Jadi kami ingin ada solusi terbaik untuk program perumahan ini, karena backlog-nya sangat tinggi dari sisi permintaan,” kata Plt Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Properti Setyo Maharso dalam konferensi pers di Menara Kadin, Jakarta, Kamis (23/1/2020).
Dia menyatakan, Kadin Bidang Properti bersama Real Estate Indonesia (REI), Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra), juga Pengembang Indonesia (PI) pun mengusulkan beberapa alternatif substitusi kepada pemerintah, guna mendorong program rumah subsidi bisa terus berjalan.
Salah satunya, menggeser sebagian alokasi anggaran subsidi energi ke subsidi perumahan. Mengingat, pemerintah saat ini berencana mencabut subsidi gas Elpiji 3 kilogram (kg) karena sering kali tidak tepat sasaran dan mengganti ke skema distribusi tepat sasaran.
Oleh sebab itu, Setyo menilai ada potensi sumber pendanaan dari realokasi sebagian anggaran subsidi Elpiji di APBN 2020 ke perumahan. “Jadi seperti subsidi migas yang tidak tepat sasaran, mending digeser ke subsidi perumahan,” kata dia.
Selain pengalihan sebagian dana subsidi energi, alternatif yang juga diusulkan yakni pemerintah bisa melakukan pengalihan dari dana bantuan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) dan subsidi bantuan uang muka (SBUM) menjadi mekanisme Subsidi Selisih Bunga (SSB) untuk tahun 2020. Sehingga tidak perlu dilakukan penghapusan skema SSB dan dapat mendorong jumlah pembangunan rumah subsidi.
“Pengalihan ini akan menambah bantuan sebesar 128.125 unit,” kata dia.
Usul lainnya, dengan optimalisasi peranan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMF) pada pembiayaan perumahan rakyat karena selama ini porsi penyalurannya yang masih sedikit. Juga mendorong peranan pembiayaan dari BPJS Ketenagakerjaan, tentunya ini perlu ada titik temu di Kementerian Ketenagakerjaan untuk kesepakatan tingkat bunga dengan perbankan agar optimal dalam penyaluran perumahan pekerja.
Serta. alternatif melalui penggunaan dana APBD yang mengendap. Dia bilang, dana pemerintah pusat yang mengendap di rekening pemerintah daerah mencapai Rp186 triliun, jadi bila ditarik ke pusat 10% maka Rp18,6 triliun bisa dialihkan ke perumahan sederhana.
“Ini sesuai dengan UU No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman bahwa rumah umum mendapatkan kemudahan dan/atau bantuan dari pemerintah dan pemerintah daerah,” kata Setyo.(okz)
Baca Juga: Lewat APIK, BI Gandeng Pelindo Kembangkan Puluhan UMKM di Banjarmasin
Baca Juga: Erick Thohir Akan Umumkan Restrukturisasi Utang Krakatau Steel Rp40 Triliun
Baca Juga: Harga Batu Bara Makin Anjlok Turut Terdampak Merebaknya Virus Corona
Baca Juga: Rupiah Masih Terdampak Kekhawatiran Atas Virus Corona di China
Editor: Syarif