Kontroversi Power Wheeling

Kabar Gembira. Skema "Power Wheeling" tak Masuk RUU EBET

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memastikan skema power wheeling tidak masuk dalam RUU EBET.

Featured-Image
Menteri ESDM Arifin Tasrif (kanan) bersama Sekjen Kementerian ESDM Rida Mulyana (tengah) dan Dirjen EBTKE Kementrian ESDM Dadan Kusdiana (kiri) saat akan mengikuti rapat kerja bersama Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/1). Foto: ANTARA

bakabar.com, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memastikan skema power wheeling tidak masuk dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).

"Kan sudah jelas, posisi pemerintah sudah jelas, tidak ada power wheeling tetapi adalah kewajiban untuk menyediakan energi baru dan bersih ke dalam sistem. Itu kewajiban, itu harus dilaksanakan ya," ungkap Menteri ESDM Arifin Tasrif di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/1).

Power wheeling merupakan mekanisme yang membolehkan perusahaan swasta atau Independent Power Producers (IPP) untuk membangun pembangkit listrik dan menjual setrum kepada pelanggan rumah tangga dan industri.

Penjualan setrum IPP dengan mempergunakan jaringan distribusi dan transmisi milik PLN melalui open source dengan membayar biaya (fee) yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM.

Baca Juga: Tinggalkan Batu Bara, Adaro Diversifikasi Bisnis Energi Terbarukan

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study (Iress) Marwan Batubara menilai skema power wheeling akan merugikan negara sebab akan mengurangi kemampuan PLN untuk bertahan dari kondisi kelebihan pasokan listrik di Indonesia yang sangat besar dan tidak berimbang dengan konsumsi.

"Faktanya sarana itu (transmisi) dibangun dalam rangka menyalurkan listrik oleh PLN. Saat ini pasokan listrik PLN sangat berlebih, over supply di Jawa itu sekitar 50 sampai 60 persen dan ini akan berlangsung mungkin 3 atau 4 tahun ke depan. Kemudian di Sumatera juga sekitar itu 40 sampai 50 persen," ujarnya.

Pemanfaatan jaringan PLN oleh IPP EBT, kata dia, melalui skema power wheeling juga akan menimbulkan masalah pada sisi konsumen, harga listrik pembangkit berbasis EBT yang dibangun swasta tentu akan lebih mahal, hal itu tentu akan dibebankan ke konsumen.

Ia mengatakan saat ini pasokan listrik berbasis EBT dari PLN pun telah cukup untuk memenuhi kebutuhan, sehingga tidak perlu peran swasta untuk menambah pasokannya.

Baca Juga: Menteri ESDM Bertemu CEO Hitachi Energy, Jelaskan Transisi Energi Indonesia

Jika swasta tetap membangun pembangkit berbasis EBT, hal itu akan menambah beban keuangan PLN, melihat kondisi berlebih pasokan listrik yang terjadi saat ini. Pasalnya ada skema take or pay yang memaksa PLN membayar listrik yang tidak terpakai.

Oleh karena itu dia mengharapkan pemerintah dan DPR tidak perlu lagi memaksa memasukkan skema tersebut ke dalam draf RUU EBET. Terlebih, skema tersebut sebelumnya telah dibatalkan di Mahkamah Konstitusi (MK) dari UU Ketenagalistrikan melalui putusan Nomor 001-021-022/2003.

Selanjutnya melalui putusan Nomor 111/PUU-XIII/2015 MK pun memutuskan bahwa pola unbundling dalam kelistrikan tidak sesuai dengan konstitusi, yaitu Pasal 33 UUD 1945.

Editor


Komentar
Banner
Banner