bakabar.com, JAKARTA – Harga telur akan naik. Emak-emak harus bersiap-siap mengeluarkan uang belanja lebih hingga Januari 2021.
Hal ini disampaikan Kepala Bidang Harga Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian (Kementan), Inti Pertiwi, Sabtu (19/12).
“Memang harga itu sekarang di Jabodetabek saja sudah mencapai Rp 30.000/kg di pasar. Berarti di eceran atau warung-warung lebih tinggi lagi. Memang harga telur naik, dan menurut proyeksi kami akan naik terus sampai Januari akhir, baru akan turun sedikit-sedikit,” ujar Inti dilansir dari detikcom.
Kenaikan harga telur ayam yang diproyeksi masih terus berlangsung hingga Januari itu menurutnya disebabkan oleh permintaan dari masyarakat yang sangat tinggi di tengah pandemi Covid-19.
“Kondisi pandemi menaikkan konsumsi telur, naik 0,09 kg per kapita per tahun. Jadi demand meningkat, otomatis harga meningkat,” tuturnya.
Menurutnya, Kementan tak bisa mengintervensi harga telur ayam dari sisi produsen atau peternak. Di sisi lain, konsumen sedang mengalami tekanan ekonomi dari pandemi Covid-19.
Oleh sebab itu, untuk mengendalikan harga telur, menurutnya diperlukan kebijakan yang berada di tengah konsumen dan produsen, yakni distribusi.
“Kita bantu produsen mendistribusikan telurnya ke pasar. Atau kalau misalnya harga tidak bisa direm dengan cara yang sudah kita mulai lakukan sekarang, ya harus operasi pasar mau tidak mau. Operasi pasar ini tidak mengganggu produsen. Pemerintah atau pelaku yang ditunjuk pemerintah membeli ke produsen dengan harga jual dari produsen itu, sehingga menguntungkan bagi produsen atau peternak. Tapi, biaya transportasinya yang kita subsidi. Jadi biaya transportasi atau distribusi tidak membebani harga jual,” papar Inti.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat, sepekan terakhir ini memang ada kenaikan harga telur ayam hingga 8%. Sementara itu, dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2020, harga acuan telur ayam di tingkat konsumen hanyalah Rp 24.000/Kg.
“Harga tersebut naik dibanding seminggu dan sebulan lalu, masing-masing sekitar 4% dan 8%. Beberapa daerah yang harganya cukup tinggi terutama daerah yang cukup jauh dari sentra produksi,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Syailendra kepada detikcom, Sabtu (19/12/2020).
Syailendra mengatakan harga telur ayam juga disebabkan oleh kurangnya pasokan di pasar.
“Menurut informasi dari peternak layer terdapat potensi penurunan pasokan, yang salah satunya merupakan imbas dari harga ayam broiler (pedaging) yang sempat tinggi pada periode sebelumnya yang mengakibatkan sebagian ayam layer (petelur) beralih ikut memasok pasar broiler atau diafkir/kapasitas ayam ras petelur berkurang, sehingga berdampak pada berkurangnya pasokan telur ayam ras saat ini,” jelasnya.