Ibarat rumus makanan 4 sehat 5 sempurna, maka ada 9 strategi 10 sempurna langkah pemenangan yang terbaca dijalankan Presiden Jokowi.
Pertama, di tahap awal, Presiden Jokowi dan lingkaran dalamnya mempertimbangkan opsi untuk menunda pemilu, sekaligus memperpanjang masa jabatan Presiden. Alasan pandemi COVID 19 dijadikan pintu masuk. Seiring berjalannya waktu, opsi ini makin tidak relevan dan kehilangan logika pembenarnya.
Kedua, masih di tahap awal, segaris dengan strategi penundaan pemilu, sempat muncul ide untuk mengubah konstitusi guna memungkinkan Presiden Jokowi menjabat lebih dari dua periode. Opsi ini cepat tenggelam karena tidak mendapat dukungan dari parpol yang sudah bersiap maju dalam pilpres 2024.
Apalagi Ketum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menegaskan, sesuai konstitusi, presiden hanya menjabat maksimal dua periode.
Ketiga, menguasai dan menggunakan KPK untuk merangkul kawan dan memukul lawan politik.
Strategi mengkerdilkan KPK tersebut berjalan beriringan dengan strategi keempat, menggunakan dan memanfaatkan kasus hukum sebagai political bargaining yang memaksa arah parpol dalam pembentukan koalisi pilpres.
Strategi ketiga dan keempat inilah yang dalam banyak kesempatan saya sebut: memperalat hukum sebagai instrumen dalam strategi pemenangan Pilpres 2024.
Kebetulan beberapa petinggi parpol mempunyai borok dugaan kasus korupsi. Ada yang terjerat pengadaan minyak goreng, izin lahan hutan, kardus duren, dan lain-lain.
Ada juga tokoh yang telah disiapkan dugaan korupsi pembelian Bank Banten. Bank itu infonya hanya dibeli dengan harga di bawah Rp500 miliar, padahal harga seharusnya lebih dari Rp900 miliar.
Strategi kelima, jika ada petinggi parpol yang keluar dari strategi pemenangan, maka dia beresiko dicopot dari posisinya.