Pemilu 2024

Jokowi: Dukung Ganjar, Cadangkan Prabowo dan Tolak Anies

Ini adalah kisah tentang kerja politik Presiden Jokowi untuk ikut memenangkan pemilihan presiden 2024.

Featured-Image
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Gubernur Jawa Tengah sekaligus capres PDIP Ganjar Pranowo meninggalkan Istana Batu Tulis, Bogor, Jawa Barat, Jumat (21/4). FOTO/Setpres

Soal info Anies menjadi tersangka sempat muncul dalam pembicaraan Presiden Jokowi dengan salah satu tokoh bangsa utama.

Dalam obrolan tersebut sang tokoh terkejut, ketika disebutkan hanya akan ada dua paslon capres 2024.

“Bukankah banyak kandidat yang bermunculan, Bapak Presiden, misalnya ada juga Anies Baswedan”.

“Anies tidak bisa maju karena ada kasusnya di KPK”, jawab Jokowi.

Risau dengan berita pentersangkaan Anies tersebut, pembicaraan itu diceritakan sang tokoh ke Presiden Keenam SBY ketika berkunjung ke Cikeas.

Maka muncullah statemen politik SBY di Jakarta Convention Centre pada Kamis 15 September 2021 yang intinya Beliau risau dengan adanya skenario dari kelompok tertentu yang mengatur Pilpres 2024 hanya diikuti dua pasangan calon, dan karenanya menjadi tidak jujur dan tidak adil.

Strategi kesembilan adalah mengambil alih Partai Demokrat melalui langkah politik yang dilakukan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

Kita sama-sama paham bahwa Moeldoko telah dan terus berusaha mengambil alih Partai Demokrat. Terakhir diajukan upaya Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Jika dimenangkan, maka Demokrat akan dikuasai Jokowi, dan dapat dipastikan, Anies akan kehilangan dukungan partai mercy dan terancam tidak mendapat tiket pencapresan.

Saya ingin kita jujur dan tegas mengatakan yang mengambil alih Demokrat adah Presiden Jokowi, bukan Moeldoko. Sudah jelas Moeldoko adalah KSP Presiden Jokowi, orang lingkar satu istana.

Maka setiap langkahnya kalau dibiarkan, berarti mendapat persetujuan sang Presiden.
Ketika Moeldoko dibiarkan mengambil alih Partai Demokrat, tidak direshuffle, dan sekarang mengajukan PK ke MA, harus dikatakan ini adalah strategi Jokowi untuk mencaplok Demokrat, sekaligus menggagalkan pencapresan Anies Baswedan.

Seorang Advokat memberi info, bahwa PK Moeldoko tidak bisa dianggap ancaman yang enteng-enteng saja. Teman advokat ini menyampaikan dihubungi beberapa hakim agung yang terjerat kasus korupsi mafia perkara di MA.

Mereka meminta sahabat advokat tersebut menjadi pengacaranya. Karena pernah di KPK, dan aktivis antikorupsi, sang sahabat menolaknya.

Tapi dari pertemuan itu, ada kisah sangat menarik yang kemudian muncul, dan minta saya menyampaikan kepada petinggi Demokrat. Bahwa para hakim agung yang bermasalah itu dijanjikan dibantu kasusnya, bahkan hakim agung lain yang mestinya juga diciduk kasus yang sama tidak akan disentuh, dengan kesepakatan tukar guling perkara. Yaitu, para hakim agung itu membantu memenangkan PK yang diajukan Moeldoko Cs atas Partai Demokrat AHY.

Pencaplokan partai oleh seorang Presiden adalah persoalan serius. Apalagi partai yang dicaplok adalah partai seorang mantan presiden. Bukan saja itu membahayakan demokrasi kepartaian di negara kita, tetapi menunjukkan bagaimana kasarnya politik yang dilakukan.

Bayangkan, untuk membatalkan pencapresan Anies, seorang Presiden sampai nekat merestui, paling tidak membiarkan KSP-nya, mengganggu partai resmi yang dilahirkan bukan orang sembarangan, Presiden Keenam RI, Pak SBY.

Strategi penutup kesepuluh yang menyempurnakan adalah dengan berbohong kepada publik, maka genap lengkaplah menjadi 10 sempurna. Presiden Jokowi berulang kali mengatakan urusan capres adalah kerja para Ketum Parpol, bukan urusan Presiden. Maka, Beliau protes ketika semua soal capres dikaitkan dengan dirinya.

Tetapi pernyataan itu jelas tidak jujur. Di pertemuan buka puasa yang diadakan PAN saja, setelah melakukan pertemuan tertutup, Presiden Jokowi dengan seluruh partai pendukung pemerintah—kecuali Partai Nasdem yang tidak diundang untuk hadir, di hadapan media menyampaikan ide tentang koalisi besar, antara KIB dengan Gerindra dan PKB. Jelaslah, pembentukan koalisi besar ada urun andil dari Presiden Jokowi.

Ketum PKB Muhaimin Iskandar juga menceritakan ketika bertemu dengan Presiden Jokowi diarahkan segera deklarasi pasangan calon dengan Prabowo.

“Segera saja Cak Imin deklarasi paslon dengan Pak Prabowo. Cak Imin sampaikan ke Beliau, nanti saya juga akan bicara dengan Pak Prabowo”.

“Baik Bapak Presiden”.

Tidak berapa lama setelahnya Presiden Jokowi juga bertemu dengan Ketum Gerindra Prabowo. Lalu akhirnya Prabowo bertemu Muhaimin di rumah Kertanegara pada 10 April 2023.

“Pak Prabowo, Presiden Jokowi meminta kita segera deklarasi paslon Prabowo-Muhaimin”.

“Lho, Pak Muhaimin, saya baru bertemu dengan Presiden Jokowi, dan pesannya segera deklarasi Prabowo-Airlangga”.

Terkejut dan kecewa atas pesan yang berbeda tersebut, Muhaimin akhirnya meninggalkan kediaman Prabowo dan menyampaikan pernyataan media: Belum ada kesepakatan capres-cawapres.

Arah Jokowi mendukung Koalisi Besar dengan paslon Prabowo-Airlangga semakin terang ketika di hari lebaran pertama Prabowo bertemu Presiden Jokowi, lalu di hari kedua Prabowo menemui Abrurizal Bakrie dan Airlangga Hartarto.

Itulah sekelumit kisah bagaimana Jokowi mendukung pasangan Ganjar Pranowo-Sandiaga Uno, dengan cadangan Prabowo Subianto-Airlangga Hartarto, sambil tetap berusaha menggagalkan Anies Baswedan, yang kemungkinan berpasangan dengan AHY.

Kalau, Partai Demokrat AHY berhasil “dicopet” Moeldoko dengan restu Jokowi, nasib pencapresan Anies akan diujung tanduk. Kecuali ada partai yang bergeser ke Koalisi Perubahan.

Misalnya, PKB yang Muhaimin Iskandar terbaca kecewa, berpindah mendukung Anies. Pertanyaannya seberapa kuat tameng perlindungan Cak Imin ketika diserbu dengan berbagai dugaan korupsi yang akan ditembakkan deras ke tubuhnya dan PKB.

Akhirnya, Presiden Jokowi tentu boleh punya preferensi capres jagoannya. Tetapi menggunakan pengaruh dan kekuatan kepresidenannya untuk menjegal bakal capres yang lain, seharusnya tidak dilakukan.

Demokrasi dan Pilpres 2024 akan dicatat sebagai pemilu yang penuh rekayasa politik yang kotor, dan itulah legacy Presiden Jokowi yang harus dihentikan, sebelum menjadi kenyataan.

_____________________________________________

Catatan: Isi tulisan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis. Isi tulisan tidak mewakili pandangan dari redaksi bakabar.com

Editor


Komentar
Banner
Banner