ekonomi rakyat

Jerit Petani Temanggung: Pupuk Subsidi Pake Kartu Tani Sulit!

Petani cabai di Kabupaten Temanggung mengeluhkan sulitnya membeli pupuk subsidi yang wajib menggunakan kartu tani.

Featured-Image
Kuncoro saat menanam cabai di ladang cabai miliknya. apahabar.com/Arimbi

bakabar.com, TEMANGGUNG - Petani cabai di Kabupaten Temanggung mengeluhkan sulitnya membeli pupuk subsidi yang wajib menggunakan kartu tani.

"Kesulitannya, tidak semua petani di sini punya kartu tani dan belinya dibatasi dengan sistem kuota meski ketersediaannya mencukupi," kata petani di Desa Bulu,Temanggung, Kuncoro, kepada bakabar.com.

Pembelian pupuk dengan kartu tani untuk tahun ini dibatasi hingga 5 kwintal per pembelian dengan harga selisih 50 persen. Pembelian pupuk subsidi dilakukan Kuncoro sendiri ke agen penjual yang tak jauh dari ladangnya.

Baca Juga: Kebijakan Pupuk Subsidi, Bapanas: Penguatan Cadangan Beras Pemerintah

Pupuk subsidi yang biasa dibeli Kuncoro dijual di pasaran dengan harga kisaran Rp 110.00 hinga Rp 130.000 per sak isi 50 kilogram.

Selain jumlah yang dibatasi, permasalahan lainnya adalah tidak semua di desa Kuncoro sudah mendapatkan kartu tani, mengingat pembuatannya masih bertahap dan ada beberapa yang sedang dalam proses pendataan.

"Untuk hasil sebenarnya memang harus diakui memang lebih bagus yang non-subsidi, tapi kalau tidak dicampur, kerepotan juga, tidak 'nutup' dengan harga jual panennya," jelasnya.

Baca Juga: Polda Jateng Gagalkan Peredaran 10 Ton Pupuk Bersubsidi

Sebab, pupuk non subsidi dibanderol harga minimal Rp 350.000 per sak isi 50 kilogram.

Menurut dia, harga pupuk memang sangat berpengaruh dengan kualitas tanaman yang dihasilkan.

"Ada yang pakainya non-subsidi ful, hasilnya memang lebih bagus, besar dan maksimal, tetapi biaya produksi juga pasti lebih tinggi," ujarnya.

Kuncoro menuturkan pupuk subsidi dan non-subsidi ia gunakan untuk semua jenis tanaman yang ia tanam.

Baca Juga: Harga Cabai di Temanggung Merangkak Rp80.000 per Kg

"Saya saat ini sedang menanam cabai dan kobis dengan sistem tumpangsari, karena musimnya mau masuk penghujan, tapi juga masih kemarau," bebernya.

Situasi musim yang tak menentu juga cukup membuatnya kalang kabut mengingat nyaris tak bisa menyiram tanaman karena tak ada air.

Terlebih, air juga menjadi salah satu komponen penting yang hampir setara dengam pupuk untuk pertumbuhan tanaman.

"Kalau tidak disiram atau dipupuk saja ya tetap berisiko, maka saya ngalahi ngangsu (pilih mengambil ke air terdekat) setiap jam 3 pagi," pungkasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner