Sebuah Teks Penanda Indonesia Merdeka
Usai terlibat dalam Peristiwa Rengasdengklok yang terjadi pada 16 Agustus 1945, Sayuti dan sejumlah pemuda turut serta merumuskan konsep naskah proklamasi bersama Soekarno, Hatta, dan Achmad Soebardjo di kediaman Laksamana Muda Maeda di Jakarta.
Pemilik nama asli Mohamad Ibnu Sayuti itu bukan hanya bertugas mengetik naskah proklamasi, melainkan juga menjadi sosok yang menyarankan agar teks tersebut dibacakan Soekarno dan Hatta dengan mengatasnamakan bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Meski memegang peranan cukup penting selama masa persiapan kemerdekaan, Sayuti malah sempat dituduh terlibat dalam Peristiwa 3 Juli 1946, yang disinyalir sebagai upaya makar pertama usai kemerdekaan.
Cinta Tanah Air hingga Akhir Hayat
Silang pendapat antara Soekarno dengan Sayuti tak berhenti sampai di situ. Sayuti sangat menentang konsep nasionalisme, agama, dan komunisme (Nasakom) yang kerap digaungkan Bung Karno sejak 1956. Dia sangat tidak setuju jika Bung Karno menjadi presiden seumur hidup, bahkan berbalik mengkritik PKI lewat tulisan-tulisannya.
Tahun demi tahun berlalu, perjuangan Sayuti Melik melawan segala hal yang menurutnya tidak benar juga terus berlanjut. Namun, perjuangan sang juru ketik ini harus terhenti di usia 80 tahun, ketika dirinya berpulang ke pangkuan Tuhan pada 27 Februari 1989 di Jakarta.
Berkat jasa-jasanya, Sayuti Melik menerima sejumlah penghargaan, yakni Bintang Mahaputra Tingkat V dan Bintang Mahaputra Adipradana Tingkat II. Sampai akhir hayatnya, dia tetap diberikan penghargaan dengan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. (Nurisma)