bakabar.com, JAKARTA – Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kemenkeu Neil Madrin Noor menjelaskan rencana pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) pada jasa pendidikan. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan rencana tersebut tidak akan merugikan rakyat.
“Untuk jasa pendidikan, pemerintah juga sudah mempertimbangkan segala sesuatunya ketika akan mengambil sebuah kebijakan, terutama yang menyangkut harkat hidup orang banyak, sehingga kebijakan tersebut tidak mungkin akan menyakiti rakyatnya, termasuk terkait jasa pendidikan. Mengenai detailnya belum dapat dijelaskan keseluruhannya karena belum dibahas dengan DPR,” kata Neil Madrin Noor seperti dilansir detik.com, Jumat (11/6).
Neil menjelaskan pemajakan atas objek-objek pajak akan selalu memperhitungkan aspek keadilan. Selain itu, penerapannya pasti akan menunggu pulihnya ekonomi.
“Rencana pengenaan PPN merupakan salah satu langkah pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak ke depannya. Namun perlu digarisbawahi bahwa pemajakan atas objek-objek baru akan selalu memperhitungkan aspek keadilan dan penerapannya menunggu ekonomi pulih serta akan dilakukan secara bertahap,” tuturnya.
Neil juga menjelaskan rencana itu masih dalam tahap rancangan. Dia mengatakan belum ada pembahasan lebih lanjut mengenai rencana tersebut dengan DPR RI.
“Pemerintah sudah menyampaikan Rancangan Undang-Undang KUP (RUU KUP) ke DPR dan sampai hari ini belum bahas secara detail substansinya di rapat paripurna. Sehingga belum dapat melakukan penjelasan kepada publik,” kata Neil.
Lagi pula, kata Neil, saat ini pemerintah juga masih fokus memulihkan ekonomi nasional. Karena itu, dia memastikan, pemerintah tidak akan mengambil kebijakan yang dapat berdampak buruk pada pemulihan ekonomi.
“Untuk saat ini pemerintah masih berfokus dalam pemulihan ekonomi nasional dan hal tersebut akan menjadi tema utama pemerintah di tahun ini. Sampai hari ini pemerintah menggunakan seluruh instrumen APBN untuk digunakan dalam proses memulihkan ekonomi. Dengan demikian, hal-hal yang dapat berdampak buruk pada pemulihan ekonomi tidak mungkin dilakukan,” papar dia.
“Di masa pandemi, pajak diarahkan sebagai stimulus karena, dalam satu sisi penerimaan negara tertekan, namun di sisi lain belanja negara juga meningkat tajam, sehingga pemerintah harus mendesain kebijakan yang bisa menjamin keberlanjutan di masa yang akan datang,” sambung Neil.
Dalam dalam draf RUU revisi UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang diterima oleh detikcom, Kamis (10/6), rencana pemungutan PPN dalam jasa pendidikan tertuang dalam Pasal 4A. Pasal tersebut menghapus jasa pendidikan sebagai jasa yang tidak dikenai PPN.
Adapun jasa pendidikan yang dimaksud dalam hal ini sesuai dengan PMK 011 Tahun 2014 tentang Kriteria Jasa Pendidikan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai, antara lain PAUD, SD, SMP, SMA/SMK, hingga bimbel.
Selain jasa pendidikan, jasa tenaga kerja dan jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri bakal dikenai PPN.