Ekspor Konsentrat Tembaga

Izin Ekspor Freeport Diperpanjang, Bahlil: Kalau Tidak, Bisa Tutup!

Menteri BKPM Bahlil Lahadalia mengungkapkan alasan pemerintah memberikan kelonggaran PT Freeport Indonesia untuk melakukan ekspor konsentrat tembaga.

Featured-Image
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko) Airlangga Hartarto bersama Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dan Presiden Direktur PTFI Tony Wenas di PT Freeport Indonesia (PTFI), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE) Gresik, Jawa Timur, Kamis (2/2). Foto: ANTARA

bakabar.com, JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan alasan pemerintah memberikan kelonggaran PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk melakukan ekspor konsentrat tembaga.

Secara aturan, merujuk pada UU No 3/2020 tentang Pertambangan Minerba yang merupakan perubahan dari UU 3/2009, khususnya Pasal 170A diamanatkan adanya pelarangan ekspor mineral sejak Juni 2023. 

Usai memaparkan realisasi investasi triwulan I 2023 di Jakarta, pada Jumat (28/4) Bahlil menjelaskan Freeport terancam tutup jika tidak diberi kelonggaran melakukan ekspor. Pasalnya, Freeport mampu memproduksi konsentrat sebanyak 3 juta ton per tahun, berdasarkan eksplorasi tahun 90-an.

"Salah satunya karena untuk menjaga agar produksi tambang tidak menurun," ujarnya di Jakarta, Jumat (28/4).

Baca Juga: Perpanjangan Kontrak Freeport, Bahlil Ungkap Dua Syarat Mutlak

Menurut Bahlil, dengan produksi konsentrat Freeport  mencapai 3 juta ton per tahun, ternyata 1,3 juta ton diolah di smelter lama dan sisanya 1,7 juta ton akan diolah di smelter baru yang saat ini tengah dibangun di Gresik, Jawa Timur.

“Konsentrat ini akan habis di 2035, itu sudah mulai menurun produksinya karena cadangannya mulai habis," paparnya.

Bahlil menambahkan, "Cadangan sekarang yang mereka produksi itu hasil eksplorasi tahun 90an. Eksplorasinya itu butuh 10-15 tahun."

Jika pemerintah tidak memberi perpanjang waktu, menurut Mantan Ketua Umum Hipmi itu, di tahun 2035 hingga 2040 dipastikan Freeport akan tutup. “Kalau dia tutup, siapa yang rugi? Ini Freeport bukan lagi punya Amerika, sekarang punya Indonesia, 51 persen,” tegas Bahlil.

Baca Juga: Pemerintah Mengincar 10 Persen Kepemilikan Saham di Freeport

Ia juga mengungkapkan dengan nilai valuasi Freeport saat ini yang telah mencapai 20 miliar dolar AS, maka Indonesia sudah mengantongi untung sekitar 10 miliar dolar AS atau Rp150 triliun dengan kepemilikan saham 51 persen.

“Masak kita aset begini mau kita matikan?” katanya.

Selain itu, Bahlil memaparkan soal utang Indonesia atau modal dalam rangka akuisisi Freeport akan lunas pada 2024. Utang tersebut adalah biaya mengakuisisi 41,87% saham Freeport McMoran (FCX) di PT Freeport Indonesia senilai USD3,85 miliar pada 2018 lalu.

"Karena dia menghasilkan dividen per tahun ada sampai USD 1,3-1,4 miliar. Jadi sebenarnya presiden Jokowi mengambil alih Freeport di 2018 itu kembali modal 2024," ungkapnya.

Baca Juga: Rasio Investasi dan Serapan Tenaga Kerja, Bahlil: Tidak Seimbang

Di samping itu, sangat disayangkan, kata Bahlil, jika pelonggaran tidak diberikan karena pendapatan Freeport dari tahun ke tahun terus membaik.

"Kalau nilai valuasinya USD20 miliar berarti Indonesia sudah untung USD10 miliar atau Rp150 triliun," tandas Bahlil.

Editor
Komentar
Banner
Banner