bakabar.com, JAKARTA - Anggota Dewan Jaminan Kesehatan Nasional (DJSN) Muttaqien menjelaskan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan belum perlu dinaikkan setidak-tidaknya sampai pertengahan tahun 2025.
"Keuangan BPJS Kesehatan sangat sehat. Jadi kalau tidak ada intervensi lain, besaran iuran semestinya tetap berjalan seperti sekarang setidak-tidaknya sampai Juli atau Agustus 2025," ujar Muttaqien dalam konferensi pers 'Public Expose Laporan Pengelolaan Program dan Laporan Keuangan Tahun 2022' yang diikuti secara daring di Medan, Selasa (18/7).
Pada tahun 2022, BPJS Kesehatan menyatakan bahwa surplus Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan mencapai Rp56,51 triliun. Nilai itu cukup untuk membayar klaim sampai 5,98 bulan ke depan atau nyaris mencapai perkiraan maksimal yang ditetapkan pemerintah yakni enam bulan.
Pasal 37 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2015 Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan menyatakan DJS Kesehatan paling sedikit harus mencukupi estimasi pembayaran klaim untuk 1,5 bulan ke depan dan paling banyak sebesar estimasi pembayaran klaim enam bulan ke depan.
Baca Juga: Informasi Publik, Kemenkeu Serahkan Hasil Audit BPJS Kesehatan ke ICW
"Jumlah DJS Kesehatan itu sudah hampir puncaknya (pembayaran klaim enam bulan, Red)," kata Muttaqien.
Kemudian, DJSN juga mengapresiasi jumlah peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang terus bertambah dari tahun ke tahun.
Sampai tahun 2022, ada 248,77 juta warga yang sudah terdaftar sebagai peserta JKN atau 90,34 persen dari jumlah total penduduk Indonesia tahun 2022. Jumlah itu meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yakni 235,72 orang.
Bahkan, sampai 1 Juli 2023, jumlah itu masih meningkat yakni menjadi 258,32 juta orang. "Sehingga, seiring dengan itu, program JKN ini masih akan terus meningkat," kata Muttaqien.
Baca Juga: Direktur BPJS Kesehatan: Pemulihan Obesitas Fajri Ditanggung JKN!
Dalam kesempatan yang sama, Muttaqien pun menyarankan agar perihal JKN diajarkan kepada masyarakat sejak dini.
"Kami mendorong pemahaman itu diajarkan misalnya di bangku SD, SMP, SMA. Ini penting supaya mereka tidak lagi baru mengetahui soal JKN ketika dewasa, sudah bekerja," ujar Muttaqien.