bakabar.com, JAKARTA - Sangat mungkin dugaan praktik setoran uang hasil tambang ilegal ke petinggi Polri juga berlangsung di Kalimantan Selatan (Kalsel). Isu adanya praktik setoran ke Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto dibongkar oleh seorang purnawirawan, Ismail Bolong.
"Praktik seperti itu terjadi mengingat masih maraknya pertambangan ilegal," ujar aktivis lingkungan hidup sekaligus mantan Direktur Walhi Nasional, Berry Nahdian Furqon, Senin sore (7/11).
Baca Juga: Skandal Setoran Emas Hitam Kaltim, Pernyataan Ismail Bolong Soal Brigjen Hendra Diragukan!
Kalsel berpotensi jadi ladang subur bagi oknum aparat. Pratik buruk pertambangan batu bara yang merusak lingkungan hingga menggusur sebuah desa di Tabalong, menurut Berry justru sejak lama dimulai dari Kalsel.
"Pertanyaannya kenapa kesannya cenderung dibiarkan? Padahal sangat kasat mata? Lalu di mana aparat? Wajar kemudian banyak yang mensinyalir mereka memang menjadi bagian utama dari karut marutnya tambang batu bara," ujarnya.
Beragam modus dugaan keterlibatan aparat, kata Berry, mulai dari praktik beking oleh para jenderal di Jakarta sampai kepada penyokong modal pada penambang lokal.
"Diduga ada beberapa, mulai hanya sebagai pemberi restu dan garansi, beking, turut jadi pemain tambang, komisaris di perusahaan, sampai kepada penyokong modal pada penambang lokal," ujarnya.
Berry melihat Mabes Polri jangan hanya fokus kepada Kaltim. Mabes juga harus turun ke Kalsel. Menelisik kebenaran isu adanya praktik setoran penambang ilegal ke petinggi Polri.
Kemunculan Ismail Bolong lewat sebuah video sebelumnya bikin geger publik. Ia mengaku sebagai pengepul dari konsesi tambang batu bara ilegal di Desa Santan Ulu, Marangkayu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Baca Juga: Lubang Bekas Tambang Kaltim Makan Korban Lagi!
Setelah ditelisik, Ismail rupanya mantan intelijen Polresta Samarinda. Yang secara resmi baru mengundurkan diri pada awal tahun lalu, seusai Divisi Propam Mabes Polri di bawah komando Brigjen Hendra Kurniawan menggeber penyelidikan.
Ismail mengaku memperoleh keuntungan dari hasil pengepulan dan penjualan tambang batu bara ilegal mencapai Rp5-10 miliar setiap bulan, terhitung sejak Juli 2020 hingga November 2021.
Setahun bergeliat dengan praktik penambangan ilegal, Ismail mengaku rutin menyetor duit tambang ilegal kepada Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto.
Tak gratis, ia harus merogoh kocek Rp6 miliar yang disetor sebanyak tiga kali. Uang itu, sesuai pengakuannya dalam video, diantarkan Ismail langsung ke ruang kerja Agus. "Saya serahkan langsung ke ruangan beliau," ujar Ismail.
Mengenai setoran duit tambang ilegal, Ketua Indonesian Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menyebut adanya perang bintang di dalam institusi Polri.
Para perwira tinggi Polri tampak saling serang terkait dugaan pelanggaran hukum. Menurut Sugeng, masing-masing kubu seolah saling memegang aib satu sama lain.
"IPW mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk tim khusus (timsus). Untuk efektivitas kerja timsus, kapolri untuk sementara segera menonaktifkan Kabareskrim Komjen Agus Andrianto," ujar Sugeng kepada bakabar.com, Senin (7/11).
Baca Juga: Skandal Setoran Emas Hitam Kaltim, Pernyataan Ismail Bolong Soal Brigjen Hendra Diragukan!
Dalam sebuah diskusi baru tadi, Sugeng menyebut praktik setoran duit tambang ilegal juga terindikasi di Kalsel. Apalagi, kata Sugeng, Kalsel memiliki Kapolda baru Irjen Andi Rian yang mendapat sorotan publik terkait gaya hidupnya. “Apalagi di Kalimantan Selatan sekarang kapoldanya baru,” jelas Sugeng.
Sampai berita ini diturunkan pada Senin (11/7) malam, Kabid Humas Polda Kalsel Kombes Pol Rifai belum merespons upaya konfirmasi bakabar.com.
Bukan Barang Baru
Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam menyebut fenomena Ismail Bolong bukanlah barang baru. "Bahwa, polisi memang telah lama diduga ikut menerima manfaat dan keuntungan di balik operasi tambang," ujar Koordinator Nasional Jatam, Melky Nahar saat dihubungi bakabar.com, Minggu, (6/11).
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:
Melky menjelaskan dalam konteks tambang ilegal, apa yang disampaikan Ismail salah satu pola yang umum digunakan. Adapun pola lainnya, biasa digunakan dengan membiarkan tambang ilegal beroperasi. Namun penambang wajib untuk menyetor ke aparat keamanan.
"Jika pun ada penindakan, maka biasanya karena setoran tak lancar, atau karena ada instruksi atasan, namun di lapangan seringkali rencana penindakan bocor, dan itu biasanya karena emang sengaja dibocorkan, agar tidak ditindak secara hukum," ungkapnya.
Dalam konteks penambangan ilegal, menurutnya pihak Polri sebagai pihak berwenang seringkali meraup keuntungan yang besar.
"Aparat keamanan juga diduga seringkali mendapat cuan yang besar yang bersumber dari biaya pengamanan, entah terkait pengawalan mobilisasi alat berat dan proses penambangan, hingga melumpuhkan resistensi warga yang menggunakan perangkat hukum," ujarnya.
Melky menyarankan agar pihak Polri tidak perlu lagi repot membenahi persoalan tambang. Menurutnya, Polri semestinya membenahi persoalan internal dulu agar tidak timbul 'oknum-oknum' baru setiap harinya.
"Persoalan keterlibatan aparat dalam tambang ini semakin kompleks, dan itu bukan persoalan oknum atau personal. Ini problem institusi. Sehingga pembenahannya harus mulai dari sistem di institusi itu sendiri," katanya.
"Aneh jika polisi memberantas persoalan tambang, sementara secara organisasi mereka bermasalah. Itu sama halnya dengan menyapu rumah menggunakan sapu kotor," pungkasnya.
Belakangan Ismail Bolong mencabut testimoninya. Hal itu disampaikan oleh Menko Polhukam, Mahfud MD. "Terkait video Ismail Bolong bahwa dirinya pernah menyetor uang miliaran rupiah kepada Kabareskrim, maka setelah diributkan Ismail Bolong meralat dan mengklarifikasi," kata Mahfud Md kepada awak media, Minggu (6/11).
Dalam video itu, Ismail Bolong menegaskan bahwa apa yang disampaikan sebelumnya adalah tidak benar. Dia menegaskan tidak mengenal Kabareskrim dan juga tidak pernah memberikan uang kepada petinggi Polri itu.
Ismail Bolong mengatakan bahwa saat itu ditekan oleh Brigjen Hendra Kurniawan. Dia mengaku diancam agar memberikan testimoni terkait Kabareskrim menerima setoran uang darinya.
Pernyataan Ismail Bolong yang mengaku sebagai suruhan Brigjen Hendra untuk membongkar borok Komjen Agus Andrianto belakangan turut diragukan. Terlebih, Hendra kini duduk di kursi pesakitan buntut peristiwa penembakan Duren Tiga.
"Itu video menurut pengakuannya dibuat bulan Februari 2022. Apa motifnya buat Hendra dan Sambo? Gak masuk akal 'lah," tutur pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto kepada bakabar.com, Minggu sore (6/11).