Melky menjelaskan dalam konteks tambang ilegal, apa yang disampaikan Ismail salah satu pola yang umum digunakan. Adapun pola lainnya, biasa digunakan dengan membiarkan tambang ilegal beroperasi. Namun penambang wajib untuk menyetor ke aparat keamanan.
"Jika pun ada penindakan, maka biasanya karena setoran tak lancar, atau karena ada instruksi atasan, namun di lapangan seringkali rencana penindakan bocor, dan itu biasanya karena emang sengaja dibocorkan, agar tidak ditindak secara hukum," ungkapnya.
Dalam konteks penambangan ilegal, menurutnya pihak Polri sebagai pihak berwenang seringkali meraup keuntungan yang besar.
"Aparat keamanan juga diduga seringkali mendapat cuan yang besar yang bersumber dari biaya pengamanan, entah terkait pengawalan mobilisasi alat berat dan proses penambangan, hingga melumpuhkan resistensi warga yang menggunakan perangkat hukum," ujarnya.
Melky menyarankan agar pihak Polri tidak perlu lagi repot membenahi persoalan tambang. Menurutnya, Polri semestinya membenahi persoalan internal dulu agar tidak timbul 'oknum-oknum' baru setiap harinya.
"Persoalan keterlibatan aparat dalam tambang ini semakin kompleks, dan itu bukan persoalan oknum atau personal. Ini problem institusi. Sehingga pembenahannya harus mulai dari sistem di institusi itu sendiri," katanya.
"Aneh jika polisi memberantas persoalan tambang, sementara secara organisasi mereka bermasalah. Itu sama halnya dengan menyapu rumah menggunakan sapu kotor," pungkasnya.
Belakangan Ismail Bolong mencabut testimoninya. Hal itu disampaikan oleh Menko Polhukam, Mahfud MD. "Terkait video Ismail Bolong bahwa dirinya pernah menyetor uang miliaran rupiah kepada Kabareskrim, maka setelah diributkan Ismail Bolong meralat dan mengklarifikasi," kata Mahfud Md kepada awak media, Minggu (6/11).
Dalam video itu, Ismail Bolong menegaskan bahwa apa yang disampaikan sebelumnya adalah tidak benar. Dia menegaskan tidak mengenal Kabareskrim dan juga tidak pernah memberikan uang kepada petinggi Polri itu.
Ismail Bolong mengatakan bahwa saat itu ditekan oleh Brigjen Hendra Kurniawan. Dia mengaku diancam agar memberikan testimoni terkait Kabareskrim menerima setoran uang darinya.
Pernyataan Ismail Bolong yang mengaku sebagai suruhan Brigjen Hendra untuk membongkar borok Komjen Agus Andrianto belakangan turut diragukan. Terlebih, Hendra kini duduk di kursi pesakitan buntut peristiwa penembakan Duren Tiga.
"Itu video menurut pengakuannya dibuat bulan Februari 2022. Apa motifnya buat Hendra dan Sambo? Gak masuk akal 'lah," tutur pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto kepada bakabar.com, Minggu sore (6/11).