Polisi Tembak Polisi

ISESS Ultimatum Polri: Jangan Tutupi Kasus Kematian Bripda IDF! 

Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) mengultimatum Polri agar tak menutupi kasus kematian Bripda IDF yang ditembak rekannya di Rusun Polri

Featured-Image
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo (Foto: apahabar.com/Farhan)

bakabar.com, JAKARTA -Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) mengultimatum Polri agar tak menutupi kasus kematian Bripda IDF yang ditembak rekannya di Rusun Polri Cikeas, Bogor, Minggu (23/7) kemarin. 

Terlebih keduanya merupakan anggota Densus 88 Antiteror Polri. Untuk itu ia berharap Polri transparan menguak kasus kematian Bripda IDF. 

“Agar tidak mengulang kasus Duren Tiga (pembunuhan Brigadir Yosua), Polri harus benar-benar transparan dalam mengungkap kasus tersebut (penembakan Bripda IDF),” kata Peneliti ISESS, Bambang Rukminto, Jumat (28/7).

Baca Juga: Densus 88 Bantah Polisi Tembak Polisi di Bogor!

Ia menilai Polri tak mesti ragu membeberkan sejumlah fakta yang ditemukan dalam kasus kematian IDF. Termasuk identitas pelaku, jenis senjata, waktu, hingga lokasi persis kejadian penembakan. 

Transparansi mesti dilakukan agar kasus kematian Bripda IDF tak diselubungi upaya obstruction of justice, serupa kasus pembunuhan berencana Brigadir J yang melibatkan Ferdy Sambo. 

“Sebaiknya melibatkan pihak-pihak eksternal untuk menjaga objektivitas dan transparansi,” sebut dia.

Baca Juga: Bripda IDF Tewas Tertembak Seniornya, Hasil Autopsi: Luka 1 Tembakan

Menurutnya, kasus kematian Bripda IDF akan terus terulang bila tidak ada revolusi mental di tubuh Polri.

“Problemnya, revolusi mental itu tak akan pernah ada bila selalu ada toleransi pada pelanggaran hukum oleh anggota,” ujarnya.

Ia mengkritisi pernyataan Polri tidak akan memberikan toleransi kepada oknum pelanggar aturan atau perundangan yang berlaku menjadi klise dan sekadar retorika bila dalam kasus sebelumnya, pembunuhan Brigadir J justru Polri menoleransi pelaku pembunuhan dengan tidak memberikan sanksi maksimal kepada pelaku.

“Publik memiliki logika sendiri yang tidak bisa diatur dengan retorika-retorika yang tidak masuk logika,” kata Bambang.

Baca Juga: Kasus Tewasnya Bripda IDF Diselidiki Densus dan Polres Bogor

Bambang menyarankan harus ada ada evaluasi terkait peran Densus 88 Antiteror Polri sebagai satuan 'ad hoc' pemberantasan terorisme, mengingat Densus 88 bukan di bawah struktur Polri, dan bukan pula di bawah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

“Posisi ini riskan dan menjadi duplikasi peran satuan perlawanan teror (wanteror) yang juga sudah ada di Korbrimob dalam upaya penindakan dan BNPT sebagai lembaga pencegahan terorisme,” ungkap dia.

Bambang menyebut kasus kekerasan oleh oknum yang berulang ini selalu bisa dikaitkan dengan perilaku dan budaya organisasi.

“Sebuah negara hukum, akuntabilitas institusi sangat penting. Bila terjadi kasus kekerasan yang berulang seperti ini, kepada siapa negara harus memintai tanggung jawab tersebut ?,”tanya Bambang.

Baca Juga: Polisi Dalami Rekaman CCTV di Lokasi Tewasnya Bripda IDF

Sebelumnya, Bripda IDF tewas setelah tertembak senjata api milik seniornya Bripda IMSP pada Minggu (23/7), pukul 02.50 WIB di Flat Rutan Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa barat.

Peluru dari senjata api diduga milik Bripda IG menembus leher bagian belakang telinga Bripda IDF dari kanan ke kiri. Ia tewas setibanya di Rumah Sakit Kramat Jati Polri Jakarta.

Jenazah Bripda IDF telah dipulangkan ke kampung halamannya di Pontianak, Kalimantan Barat, dan dikebumikan pada Selasa (25/7).

Sementara Juru Bicara Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri Kombes Pol. Aswin Siregar mengatakan kasus penembakan Bripda IDF diusut secara ilmiah dan transparan baik dugaan pidana maupun kode etiknya.

“Kasus ini disidik secara 'scientific' dan transparan, baik yang pidana maupun kode etiknya,” kata Aswin.

Editor


Komentar
Banner
Banner