bakabar.com, JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) meminta Kabareskrim Komjen Agus Adrianto transparan dan membuka kepada publik terkait kasus Kombes Anton Setiawan.
Diketahui, Kombes Anton Setiawan terlibat dalam penerimaan aliran dana dari terdakwa AKBP Dalizon, dalam kasus gratifikasi dan pemerasan Proyek Pembangunan Infrastruktur Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2019.
Pasalnya dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), ada uang yang mengalir ke AKBP Dalizon sebesar Rp10 miliar untuk menutup kasus di Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin.
Hal itu terungkap bahwa dana itu mengalir ke Kombes Anton Setiawan sebesar Rp4,75 miliar yang saat itu menjabat Direktur Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Sumatra Selatan.
"Dari Rp10 miliar itu, Rp4,75 miliar diberikan terdakwa ke rekannya AS secara bertahap. Kemudian Rp 5,25 miliar digunakan terdakwa untuk tambahan membeli rumah senilai Rp1,5 miliar, tukar tambah mobil Rp300 juta, membeli 1 unit mobil sedan Honda Civic Rp 400 juta, termasuk tabungan dan deposito rekening istri terdakwa senilai Rp1,4 miliar," kata JPU Kejaksaan Agung Ichwan Siregar dan Asep saat membacakan dakwaan di sidang perdana AKBP Dalizon pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (tipikor) PN Palembang, Jumat (10/6).
Bahkan, dalam persidangan Rabu (7/9), AKBP Dalizon mengaku setiap bulannya menyetor Rp 500 juta per bulan ke Kombes Anton Setiawan. Pengakuan Dalizon ini pun menjadi viral di media sosial.
Dalam persidangan kasus gratifikasi dan pemerasan Proyek Pembangunan Infrastruktur Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2019 sendiri, Kombes Anton Setiawan tidak pernah hadir. Pasalnya, JPU sendiri tidak pernah mendorong dan memaksa Kombes Anton Setiawan untuk menjadi saksi di persidangan.
Namun, dengan terkuaknya aliran dana ke Kombes Anton Setiawan, IPW menilai AKBP Dalizon hanya dijadikan korban oleh institusi Polri. Sementara atasannya, yakni Kombes Anton Setiawan dilindungi dan ditutup rapat oleh Bareskrim Polri agar tidak tersentuh hukum.
Padahal dalam kasus tersebut jelas ada persekongkolan jahat yang tidak hanya melibatkan AKBP Dalizon. Fakta itu disebutkan oleh ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso dalam keterangannya.
"Hal ini sangat jelas terlihat karena penanganan perkara tersebut diambil alih oleh Bareskrim Polri. Artinya, dalam melakukan penyidikan, para penyidik dan pimpinan di Bareskrim tahu kalau nama Kombes Anton Setiawan muncul dalam pemeriksaan. Namun keterlibatannya diabaikan dan tidak dijadikan tersangka," ujar IPW dalam rilisnya, Sabtu (10/9).
“Kalau ditelusuri secara materiil dengan apa yang diungkap dalam dakwaan Jaksa penuntut umum, terang benderang ada aliran dana gratifikasi ke Kombes Anton Setiawan. Benang merah itu sangat terlihat jelas bahwa korupsi yang terjadi bukan hanya melibatkan AKBP Dalizon saja," imbuhnya.
IPW juga menanyakan apakah memang Bareskrim sengaja melindungi koruptor di kandangnya sendiri. Pasalnya, Anton Setiawan setelah dimutasi dari Dirkrimsus Polda Sumsel bertugas di Ditipidter Bareskrim Polri.
"Anehnya lagi, dalam penanganan kasus AKBP Dalizon tersebut, Bareskrim Polri tidak mengenakan Undang-Undang 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Akibatnya, Kombes Anton Setiawan menjadi tidak tersentuh oleh aliran uang dari AKBP Dalizon," ungkapnya.
Padahal, kalau masyarakat biasa melakukan dugaan tindak pidana, pihak Bareskrim Polri akan langsung menyematkan pasal TPPU dengan mengorek semua aliran keuangan, termasuk memblokir rekening bank terduga pelaku tindak pidana dan orang-orang yang mendapat aliran dananya.
"Kenapa UU TPPU itu sendiri tidak diterapkan bagi anggota Polri?," tanya Sugeng heran.
Oleh sebab itu, IPW mendesak kepada Kabareskrim Komjen Agus Adrianto untuk segera bersih-bersih. Diawali dengan menuntaskan kasus gratifikasi dan pemerasan Proyek Pembangunan Infrastruktur Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2019 sampai menyentuh ke atasan dan bawahan AKBP Dalizon.
"Sudah seharusnya, pimpinan Polri tidak lagi melindungi anggota Polri yang melakukan penyimpangan-penyimpangan. Hal ini untuk mewujudkan institusi Polri bebas dari segala bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang diatur oleh peraturan perundang-undangan," pungkasnya.