Kemacetan Jakarta

Integrasi Transportasi Publik, Kunci Atasi Kemacetan dan Polusi di Jakarta

Pemprov DKI harus melakukan langkah-langkah strategis untuk mengurangi kemacetan. Salah satunya terus mendorong integrasi seluruh transportasi publik.

Featured-Image
Ilustrasi kemacetan lalu lintas. Foto-Istimewa

bakabar.com, JAKARTA - Kementerian Perhubungan mencatat kerugian ekonomi negara akibat kemacetan Jakarta mencapai Rp65 triliun per tahunnya.

Kerugian tersebut merupakan perhitungan dari beberapa hal yang terdampak akibat kemacetan Jakarta. Salah satunya biaya bahan bakar yang dikeluarkan pengendara.

Kementerian Perhubungan juga mencatat kemacetan menyebabkan kerugian ekonomi sebesar Rp71,1 triliun per tahun akibat pemborosan bahan bakar. Perhitungan itu lagi-lagi berdasarkan kerugian akibat kemacetan di Jakarta, Semarang, Surabaya, Bandung, Medan, dan Makassar.

Baca Juga: Mengurai Kemacetan Jakarta, 'PR' yang Belum Selesai

Pengamat Tata Kota Nirwono Yoga mengatakan, Pemprov DKI harus melakukan langkah-langkah strategis untuk mengurangi kemacetan. Salah satunya dengan terus mendorong integrasi seluruh transportasi publik.

"Termasuk perluasan ganjil genap, wajib garasi, parkir elektronik progresf, infrastruktur penghubung, dan juga penerapan 4 hari kerja, misal Rabu kerja dari rumah/WFH dengan tetap produktif kerjanya, daripada masuk jam kerja dibagi" ujarnya.

Nirwono menambahkan, selain merugikan dari sisi ekonomi, kemacetan juga memberi dampak buruk terhadap kualitas udara di Jakarta. Merujuk data dari Dinas KLH, 46% penyebab polusi berasal dari hasil pembakaran kendaraan berbahan bakar fosil.

"Pemda DKI Jakarta fokus saja pada pembenahan transportasi yang jadi penyebab polusi," ujarnya

Baca Juga: Dishub Petakan Titik Kemacetan di Solo selama Mudik Lebaran

Selain itu, Pemprov secara bertahap harus bisa mengalihkan pembangkit listrik batubara dan diesel ke energi terbarukan seperti energi surya dan hydro. Tercatat, penyebab 31% polusi akibat kedua pembangkit listrik tersebut.

"Jika ini berhasil maka setidaknya 46% dari kendaraan bahan bakar fosil dan 31% dari pembangkit listrik, jadi 77% sumber polusi udara sudah terselesaikan," ujarnya.

Langkah lainya, Nirwono menyebut, yaitu Pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) baru.

"RTH penting untuk menyerap polusi udara, menyejukkan kota, menciptakan iklim mikro, dan meredam pulau panas kota," ujarnya.

Baca Juga: Pilihan Filter AC Mobil untuk Cegah Polusi Udara Masuk ke Dalam Kabin

Dari data satelit, Jakarta msh memiliki potensi RTH publik 14%. Rinciannya, potensi RTH bantaran 13 sungai, 13 koridor rel KA utama, kolong jalan/jembatan layang. Dan potensi RTH privat sebanyak 16% di lahan-han terbengkalai/bersengketa di kawasan Sudirman dan Thamrin.

"Ada juga di 109 situ/danau/embung/waduk, dan akan bertambah lebih kurang 20 waduk baru hingga 2030, total 30%," pungkasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner