bakabar.com, JAKARTA - Kasus Penembakan hingga menewaskan polisi berpangkat brigadir terus bergulir. Nasib eks Kadiv Propam Ferdy Sambo dari korps Bhayangkara ditentukan pekan ini meski putusan pecat sudah ketuk palu.
Saat ini Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah membentuk Komisi Banding untuk menangani permohonan banding yang diajukan Ferdy Sambo. Lewat Komisi Kode Etik Profesi (KKEP)
Publik pun menunggu-nunggu apa keputusan dan pertimbangan guna meringankan hukuman awal diterima Sambo. Dari Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
Berikut bakabar.com telah merangkum Empat pertimbangan buat memperkuat putusan banding. Senin, Jakarta (19/9).
Membuat Skenario Bohong
Kasus penembakan yang menewaskan Brigadir J pada 8 Juli 2022 ini baru diketahui publik pada tiga hari setelah kejadian, yaitu pada Senin, 11 Juli 2022.
Publik pun gempar dan bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi, hingga harus ada jeda waktu selama tiga hari?
Pada momen krusial tersebut, Ferdy Sambo disinyalir sedang menyusun strategi ataupun kronologi palsu demi menyelamatkan nama baiknya sebagai Kepala Divisi (Kadiv) Propam Polri.
Mengungkapkan Isu Pelecehan Seksual
Masih dari kronologi awal, Sambo bersikukuh menyatakan baku tembak yang terjadi antar ajudannya itu dipicu oleh adanya pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J.
Bharada Richard Eliezer alias Bharada E disebutnya menembak Brigadir J dalam rangka membela istrinya, yaitu Putri Candrawathi yang kini juga menjadi tersangka.
Seiring berjalannya penyidikan, isu pelecehan seksual yang terjadi di rumah dinas Komplek Polri Duren Tiga itu hanyalah isapan jempol.
Tim khusus (Timsus) bentukan Kapolri menyatakan tidak adanya pelecehan seksual yang terjadi di rumah tersebut dan tidak ditemukan unsur pidana.
Namun, kini Sambo diketahui berupaya untuk bersikeras menyatakan adanya pelecehan seksual yang terjadi di Magelang, sebuah lokasi sebelum terjadinya penembakan Duren Tiga.
Dugaan terbarunya ini seakan didukung dengan temuan yang dikemukakan oleh Komnas HAM dan juga Komnas Perempuan.
Komnas perempuan bahkan menyebut adanya dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J kepada Putri Candrawathi. Bentuk pelecehan seksual tersebut ialah rudapaksa atau perkosaan.
Obstruction of Justice atau menghalang-halangi penyidikan
Ferdy Sambo adalah satu-satunya tersangka dalam kasus ini yang terkena dua kasus sekaligus. Yaitu tersangka dalam kasus pembunuhan berencana, dan juga dalam kasus menghalang-halangi penyidikan atau obstruction of justice.
Sebut saja nama-nama seperti Irjen Ferdy Sambo, Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiquni Wibowo, dan juga Kombes Agus Nurpatria. Keempat orang tersebut kini tengah mengupayakan langkah banding terkait dengan putusan PTDH tersebut.
Selanjutnya, akan ada tiga personel Polri yang menyusul akan menjalani sidang obstruction of justice pada pekan ini. Mereka ialah Brigjen Hendra Kurniawan, AKBP Rahman Arifin, dan AKP Irfan Widyanto.
Tidak Mengakui Ikut Menembak Brigadir J
Pada kronologi awal yang beredar, Ferdy Sambo menyatakan bahwa dirinya tidak mengetahui perihal adanya ‘baku tembak’ antar ajudannya yang menewaskan Brigadir J.
Bahkan, dirinya mengklaim bahwa sedang menjalani tes PCR di rumah pribadinya, sehingga alibi tersebut awalnya dilempar kepada publik, dengan harapan publik percaya bahwa Sambo tidak tahu menahu perihal baku tembak itu.
Bahkan, Arman Hanis selaku kuasa hukum Ferdy Sambo menuturkan bahwa kliennya menolak untuk disebut sebagai orang yang ikut menembak Brigadir J.
Padahal, pada video animasi yang dirilis secara resmi oleh Polri, terlihat jelas bahwa Irjen Ferdy Sambo ikut memberikan ‘tembakan penghabisan’ di area belakang kepala. Dalam video tersebut, Brigadir J terlihat pasrah dan tidak memberikan perlawanan kepada atasannya tersebut.