bakabar.com, BANJARBARU – Edaran pemerintah terkait pengurangan aktivitas yang melibatkan banyak orang untuk memutus rantai penularan Covid-19, ternyata membawa dampak tersendiri bagi peternak ayam potong atau broiler.
“Serapan ayam potong yang biasa memenuhi kebutuhan catering, hotel-hotel dan pasar tradisional menurun sekitar 50 persen,” ungkap Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunnak) Kalimantan Selatan, Suparmi kepadabakabar.commelalui pesan singkat, Rabu (1/4) sore.
Kondisi darurat ini terjadi secara nasional tidak hanya di Kalsel saja. Mengatasi permasalahan ini, Disbunnak Kalsel menawarkan solusi dengan mengajak para peternak untuk meningkatkan pelayanan kepada konsumen dengan memanfaatkan aplikasi teknologi informasi dalam penjualan.
“Seperti pesan antar sampai ke tempat konsumen,” sebut dia.
Terkait aplikasi tadi, Hari ini Kamis (2/4) Disbunnak Kalsel akan mengikuti rapat koordinasi oleh Kementerian Pertanian dalam rangka pengamanan ketersediaan dan stabilisasi pasok dan harga pangan.
Ini juga sebagai persiapan menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN) 2020. Rakor tersebut juga sekaligus launching kerjasama antara Kementan dengan pihak Gojek.
Sehubungan dengan masifnya pandemi Covid-19. Disbunnak Kalsel dalam hal ini yang membidangi kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner akan membantu dalam kegiatan desinfeksi dan penyediaan bahan desinfektan. Meski diakui Suparmi, stok yang dimiliki saat ini mulai terbatas.
“Selain membantu protokol Covid-19, juga dilakukan sosialisasi dan imbauan kepada petugas medik veteriner yang tersebar di semua kabupaten/kota untuk ikut berpartisipasi,” jelasnya
Dihubungi terpisah, perwakilan asosiasi Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Kalsel, Junaidi membenarkan perihal dampak yang dirasakan peternak ayam potong akibat wabah virus menular ini.
Dalam kondisi normal, distribusi pasokan ayam untuk beberapa wilayah seperti Banjarmasin, Banjarbaru, Kabupaten Banjar dan Tanah Laut, mencapai hingga 130 ribu ekor per harinya.
“Karena kondisi pembatasan hubungan warga jadinya ya melimpah. Karena serapan ayamnya kebanyakan untuk acara dan penjualan akhirnya ditiadakan dan dibatasi,” ungkapnya
Namun, kondisi ini tidak berlaku untuk para pedagang di pasaran. Kerugian hanya dirasakan peternak dalam mengelola modal, sebab yang dulunya sebesar 20 ribu per kilogram kini menjadi 14 ribu per kilogram.
“Pinsar masih membahas cara mengurangi kerugiannya. Untuk ayam yang terlanjur di kandang, solusinya mungkin masalah teknis jualan. Ke depan, kita sepakat untuk mengurangi chick in (memasukkan bibit untuk dipelihara) sekitar 30-40 persen dari biasanya,” pungkasnya
Reporter: Musnita Sari
Editor: Syarif