bakabar.com, JAKARTA – Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) berharap narasi ancaman hukuman mati untuk pelaku tindak pidana korupsi dihentikan. Hal itu disampaikan pasca-ramainya pemberitaan soal ancaman hukuman mati terhadap Menteri Sosial Juliari Batubara.
“ICJR sangat menentang keras wacana KPK ataupun aktor pemerintah lainnya untuk menjatuhkan hukuman mati sebagai solusi pemberantasan korupsi, terlebih pada masa pandemi ini,” ujar Direktur ICJR Erasmus Napitupulu dalam keterangannya kutip Liputan6.com, Senin (7/12/2020).
ICJR meminta pemerintah fokus pada visi pemberantasan korupsi dengan memperbaiki sistem pengawasan pada kerja-kerja pemerintahan khususnya dalam penyaluran dana bantuan sosial (bansos) dan kebijakan penanganan pandemi lainnya.
“Penggunaan pidana mati tidak pernah sebagai solusi akar masalah korupsi,” kata dia.
ICJR mengaku sempat membuat laporan kebijakan hukuman mati. Dalam laporan tersebut ICJR menekankan penjatuhan hukuman mati tidak mempunyai dampak positif terhadap pemberantasan korupsi di suatu negara.
Dia menyebut, berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2019, negara-negara yang berhasil menekan angka korupsi tidak memberlakukan pidana mati bagi pelaku korupsi, seperti Denmark, Selandia Baru, Finlandia, hingga Singapura.
“Sebaliknya, negara-negara yang masih menerapkan pidana mati termasuk untuk kasus korupsi malah memiliki nilai IPK yang rendah dan berada di ranking bawah termasuk Indonesia (peringkat 85), Cina (peringkat 80), dan Iran (peringkat 146),” kata dia.
Berpikir Pendek Pemberantasan Korupsi
Dia menyebut, narasi pidana mati menandakan seolah pemerintah berpikir pendek atas penanganan korupsi di Indonesia. Pemberlakuan pidana mati untuk tindak pidana korupsi juga akan mempersulit kerja-kerja pemerintah dalam penanganan korupsi, sebab banyak negara yang bakal menolak kerja sama investigasi korupsi jika Indonesia memberlakukan pidana mati.
“Pembaruan sistem pengawasan yang harus dirombak ketimbang bersikap reaktif dengan menjatuhkan hukuman mati terhadap kasus-kasus individual,” dia menandaskan.