Kalsel

Hari Tahu Sedunia: Walhi Kalsel Desak Pemerintah Buka-bukaan soal Kontrak Tambang Raksasa

apahabar.com, BANJARMASIN – Wahana Lingkungan Hidup, Kalimantan Selatan (Walhi Kalsel) kembali mendesak pemerintah buka-bukaan mengenai evaluasi…

Featured-Image
Izin tambang Adaro akan habis pada 18 Oktober 2022 mendatang. Foto: Ist

bakabar.com, BANJARMASIN – Wahana Lingkungan Hidup, Kalimantan Selatan (Walhi Kalsel) kembali mendesak pemerintah buka-bukaan mengenai evaluasi kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang sebentar lagi bakal habis masanya.

Hal tersebut tersampaikan dalam dialog Peringatan Hari Hak untuk Tahu Sedunia 2021 yang disiarkan di akun Youtube ‘Bersihkan Indonesia’, Selasa (28/9) siang tadi.

Direktur Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono menilai sejauh ini pemerintah pusat maupun pemerintah daerah terkesan tertutup jika ditanya mengenai kontrak perusahaan tambang batu bara dan sawit.

Kiss, begitu ia akrab disapa, mengambil contoh yang terjadi pada salah satu perusahaan tambang batu bara di Kalsel, PT Arutmin. PT Arutmin yang habis masa kontraknya pada 1 November 2020, langsung diperpanjang pada keesokan harinya atau 2 November 2020.

“Ya kita tahu itu memang diatur dalam Pasal 169 UU Nomor 3/2020 Minerba, yakni dijamin mendapat dua kali perpanjangan. Namun mestinya semua harus kembali ke negara dulu. Lalu dievaluasi bagaimana dampaknya, reklamasinya hingga konflik agrarianya,” kata pria berambut panjang ini.

“Sehingga itu bisa jadi parameter apakah perpanjangan kontrak itu sudah memperhatikan latar belakang apa yang sudah dilakukan perusahaan. Kalau tidak artinya negara tidak hadir dan tidak kuat,” sambungnya.

Terlepas itu, Kiss tidak ingin hal serupa terjadi pada PT Adaro yang masa kontraknya akan habis pada 18 Oktober 2022.

Luas PKP2B PT Adaro sendiri adalah 31.379,80 Ha. LPPKH tahun 2013, 2018 dan 2021 adalah 7260,24 Ha. Kawasan HP dalam PKP2B: 6.059,51 Ha. Bukaan tambang: 18.132,24 Ha. Bukaan tambang di luar PKP2B: 2.866,25 Ha.

Warning Walhi Soal Perpanjangan Kontrak Tambang PT Adaro di Kalsel

Dalam rangka hari Hak untuk Tahu Sedunia, Kiss bilang warga tidak saja perlu tahu namun juga perlu dilindungi dan mempertahankan hidupnya.

“Mengacu Peraturan Perundang-undangan,” katanya.

Seperti Pasal 28 A UUD 1945: Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

“Warga tidak hanya berhak tahu, tapi warga juga berhak untuk mempertahankan kehidupannya. Jadi, seharusnya kontrak pun tidak boleh melawan hierarki hukum negara kita. UUD 1945 itu paling tinggi,” katanya.

Lalu, Pasal 28 H UUD 1945: Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

“Tapi yang terjadi di Pasal 162 UU Minerba hingga UU Cipta Kerja, setiap orang yang mengganggu atau merintangi izin usaha pertambangan bisa dipidana. Artinya UU Minerba dan Cipta Kerja pun bisa mengalahkan UU 1945,” katanya.

Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia: Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia;

Pasal 2 UU Nomor 39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia: Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.

Pasal 65 ayat (1) UU 32/2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari HAM

Pasal 66 UU 32/2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.

Kalsel sendiri, kata Kis, saat ini sudah darurat ruang dan bencana ekologis. Awal 2020 lalu, bencana banjir menerjang wilayah sebelah barat daya, selatan hingga tenggara Pegunungan Meratus

Kemudian, awal 2021 bencana banjir terjadi di 11 dari 13 kabupaten/kota yang ada di Kalsel. Khususnya sebelah barat Pegunungan Meratus. Mei 2021, banjir turut terjadi di Kabupaten Tanah Bumbu atau di sekitar konsesi PT Arutmin

“Sebandingkah PAD dengan bencana?” tanya Kiss merujuk 335,88 kilometer sungai yang telah berubah menjadi lubang tambang. “Buktikan kita serius bernegara,” sambung Kiss.

Kiss kemudian memaparkan beberapa permasalahan dan dampak pertambangan batu bara yang masih terjadi di Kalsel, mulai dari perubahan tutupan hutan dan lahan secara drastis; degradasi lingkungan; hingga rusaknya habitat dan ekosistem.

“Belum lagi, bencana ekologis dan darurat iklim, pemanasan global, dan lain-lain. Termasuk Konflik agraria sampai hilangnya desa dan ruang hidup rakyat. Contohnya Desa Wonorejo di Kecamatan Juai, Balangan, rakyat selalu kalah,” ujar Kiss.

Karenanya, penting bagi pemerintah untuk membuka data-data terkait kontrak tambang mengingat hilangnya ruang hidup Masyarakat yang paling merasakan, bukan korporasi. (*)

ADARO Mau Perpanjang Kontrak Tambang, Dewan: Reklamasi Dulu

Desakan Walhi Kalsel terhadap pemerintah setempat.

1. Pencemaran air dan sungai; Sungai Barito, Sungai Amandit, Sungai Balangan, Sungai Satui, laut, sawah, dan lain-lain.
2. Pencemaran udara: ISPA (PLTU, debu di lokasi dan proses pengangkutan).
3. Kriminalisasi; aktivis, masyarakat adat, petani, nelayan dan jurnalis.
4. Kasus meninggal di lubang tambang, rumah, fasilitas umum dan tempat ibadah retak.
5. Reklamasi, pascatambang, pajak, royalti, keadilan energi, korupsi, dan lain-lain.
6. Merubah gaya hidup, tatanan sosial, budaya dan politik.
7. Kasus lubang beracun; reklamasi dan pasca tambang.

Rekomendasi:

1. Cabut UU 3 Tahun 2020 Minerba dan UU 11 Tahun 2020 Cipta Kerja
2. Tanggap bencana (sebelum, pada saat dan pasca bencana atau pemulihan). Pemerintah jangan lalai, lambat dan gagap lagi dalam penanganan bencana.
3. Review dan audit seluruh perijinan industri ekstraktif; tambang, sawit, HTI, HPH secara transparan dan dibagikan ke publik.
4. Stop ijin baru; yang ada saja sudah kacau apalagi kalau ditambah.
5. Penegakkan hukum terutama terhadap perusak lingkungan.
6. Bentuk satgas/komisi khusus kejahatan lingkungan dan SDA serta bentuk pengadilan lingkungan. (bubarkan inspektorat tambang).
7. Perbaikan/pemulihan kerusakan lingkungan terhadap DAS, sungai, dan drainase serta tutupan lahan dan ekonomi rakyat.
8. Review RTRW
9. RPJM, RPJP dan APBD/N yang pro terhadap keselamatan rakyat dan lingkungan, berkeadilan lintas generasi serta mampu menghilangkan bencana ekologis (ekonomi hijau yang ramah lingkungan dan HAM).

Komentar
Banner
Banner