bakabar.com, BANJARMASIN - Saat mayoritas masyarakat menikmati kemudahan akses pendidikan, namun tidak bagi anak-anak di pedalaman Meratus. Di sana, akses pendidikan seakan menjadi barang mewah.
Masih dalam suasana Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2019, bakabar.com mencoba menakar kelayakan pendidikan di daerah terpencil khususnya di kawasan Pegunungan Meratus, tepatnya di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Juhu di Desa Juhu, Batang Alai Timur (BAT), Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST).
Dari segi sarana dan prasarana, SD di desa yang disebut-sebut sebagai desa tertinggi di Kalimantan Selatan itu jauh tertinggal. Bahkan, media pelajaran yang digunakan oleh sekolah dalam kondisi ala kadarnya.
“Perhatian pemerintah tentang sarana dan prasarana sekolah kami masih belum memadai,” tutur Rubi, Guru SDN Juhu, kepada bakabar.com, Minggu (5/5).
Untuk mencapai sekolah, siswa mesti berjalan kaki berjam-jam melewati medan ekstrem. Baju siswa banyak yang compang camping jadinya.
Di kecamatan itu, Desa Juhu merupakan desa terakhir yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Kotabaru.
Desa Juhu terkenal akan keindahan alamnya. Mata pencarian warganya bercocok tanam, berkebun, berburu, juga merantau ke Kotabaru untuk mendulang emas.
Untuk mencapai desa ini, waktu tempuh dari shelter (pos pendakian) pertama, yakni Desa Kiyu di kaki pegunungan Meratus itu sekitar 24 jam atau maksimal 2 hari perjalanan.
Dari Desa Kiyu Kita akan dihadapkan dengan tanjakan relatif landai. Sesuai dengan kontur di peta yang rada jarang. Sekitar 6 jam perjalanan, akan tiba di shelter kedua yakni Puncak Tiranggang.
Di sana akan dihadapkan dengan dua persimpangan jalan. Apabila jalan terus, maka menuju puncak gunung besar atau gunung Halau-Halau dengan ketinggian 1901 meter dari permukaan air laut (MDPL).
Apabila ingin menuju Desa Juhu, mesti mengambil jalan persimpangan sebelah kiri. Dari Puncak Tiranggang menuju shelter ketiga yakni Sungai Aingmuhut memakan waktu sekitar 6 jam perjalanan.
Untungnya, medannya hanya berupa turunan dan landai. Sehingga, tak memerlukan tenaga ekstra. Selanjutnya, dari Shelter ketiga menuju desa Juhu diperlukan waktu sekitar 12 jam.
Medan yang ditempuh penuh dengan tanjakan dan mendaki. Kontur di peta pun sangat rapat. Dari Sungai Aingmuhut, harus mendaki Gunung Kilai terlebih dahulu dengan ketinggian kurang lebih 1.500 MDPL. Dan, tiba di Desa Juhu sekitar pukul 20.00 WITA.
Dengan segala keterbatasan itu, kata Rubi, tak serta merta menyurutkan semangat guru dan siswa untuk datang ke sekolah.
Lantas apa harapan dari sang guru ke pemerintah? Menurut Rubi, perlu semacam atensi khusus dari pemerintah.
Baik dari segi kesejahteraan tenaga pengajar, terutama putra dan putri asli Desa Juhu yang bekerja sebagai guru. Maupun, sarana dan prasarana pendidikannya.
“Dengan fasilitas yang memadai untuk SDN di daerah pegunungan atau desa terpencil siswa mendapatkan pendidikan yang sama dengan sekolah di perkotaan. Tentunya, dengan akses yang mudah terjangkau,” tutupnya.
Untuk diketahui, sekolah tingkat pertama itu merupakan fasilitas pendidikan yang telah diberikan oleh pemerintah demi meningkatkan sumber daya manusia (SDM) hingga ke pelosok pedesaan atau pegunungan. Berdiri sejak 2000 atas usulan dari Kepala Desa Juhu kala itu, Pinan.
Pinan, yang juga merupakan tokoh adat setempat bertekad memajukan dan meningkatkan pendidikan generasi penerus masyarakat Juhu.
Rencana itu kemudian direspon positif oleh Bupati Hulu Sungai Tengah kala itu, Saiful Rasyid. Sampai hari ini, SDN Juhu masih terus eksis dengan segala keterbatasan.
Saat ini jumlah siswa yang terdaftar di SDN Juhu sebanyak 39 orang. Bahkan, 4 siswa di antaranya sukses menyelesaikan ujian akhir nasional 2019.
Sebagai pengingat saja, pendidikan merupakan hak konstitusional warga negara. Undang-undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan 20 persen anggaran pendidikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanjar Negara (APBN).
Lantas dengan potret demikian apa semua anak di Kalimantan Selatan (Kalsel) sudah mengenyam pendidikan layak?
Baca Juga:Catatan Penting Disdik Kota Banjarmasin di Hardiknas 2019
Baca Juga: Perjuangkan Meratus, Puluhan Mahasiswa Ajak Masyarakat Jaga Paru-paru Dunia
Baca Juga: Save Meratus, Dosen UGM Ingatkan Peran Masyarakat
Baca Juga: Masyarakat Adat Dayak Meratus Kabupaten Tapin Akhirnya Luluh
Reporter: Muhammad Robby
Editor: Fariz Fadhillah