Transisi Energi

Gunakan 'Blended Finance', Kemenkeu: untuk Mendorong Transisi Energi

Deni Ridwan menjelaskan Kemenkeu menggunakan mekanisme blended finance guna mendorong transisi energi menuju Net Zero Emission (NZE) 2060.

Featured-Image
Direktur Surat Utang Negara (SUN) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Deni Ridwan saat memaparkan materi dalam acara "SUN dan Pembiayaan Transisi Energi di Indonesia" yang diadakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR), Jakarta, Kamis (22/6/2023). Foto: ANTARA

bakabar.com, JAKARTA - Direktur Surat Utang Negara (SUN) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Deni Ridwan mengungkapkan Kemenkeu menggunakan mekanisme blended finance guna mendorong transisi energi menuju Net Zero Emission (NZE) 2060.

“Pertama tentu pemerintah perlu mengoptimalkan berbagai macam sumber pembiayaan supaya tidak ada pembiayaan yang tak di-manage dengan baik,” kata Deni di Jakarta, Kamis (22/6).

Deni menjelaskan, mekanisme blended finance sedikit berbeda dengan mekanisme pembiayaan tradisional. Jika secara tradisional, program atau proyek pemerintah dibiayai dari satu sumber seperti APBN atau Hibah, maka blended finance menggunakan struktur pembiayaan yang optimal dengan menggabungkan beberapa sumber pendanaan dalam satu proyek dari pemerintah untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs).

Saat ini pemerintah mempunyai tiga platform blended finance yang tengah berjalan. Pertama, SDG Indonesia One, yang mana merupakan platform keuangan campuran yang dikelola oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) guna membiayai SDGs dari berbagai sumber, seperti donor internasional, lembaga keuangan iklim, investor hijau, bank umum, serta Bank Pembangunan Multilateral (MDB).

Baca Juga: Tahun Ini, Kemenkeu Targetkan 60 Ribu Investor Baru SBN Ritel

Kedua melalui Public Private Partnership (PPP), yang merupakan pengaturan antara pendanaan publik dan swasta untuk pembiayaan proyek infrastruktur tertentu.

Ketiga, sukuk atau green bonds, merupakan instrumen pembiayaan inovatif untuk mendukung kebijakan fiskal ekspansif dan infrastruktur hijau di Indonesia.

Lebih lanjut Deni memaparkan, sebagai komitmen pemerintah RI terhadap berbagai upaya terkait perubahan iklim serta pembangunan berkelanjutan, pemerintah mempunyai kerangka kerja yang dinamai SDGs Government Securities Framework.

SDGs Government Securities Framework mencakup di dalamnya green focus tentang mitigasi, blue focus tentang pengembangan ekonomi biru, dan social focus tentang dampak sosial yang positif. Setiap tahunnya, pemerintah akan menerbitkan laporan atau report tentang alokasi hingga hasil dari pembiayaan tersebut.

Baca Juga: Program Keringanan Utang, Kemenkeu: Debitur Silahkan Manfaatkan

“Kita setiap tahun akan menerbitkan impact report agar tahu uang para investor telah dipakai apa saja, sebagaimana impact yang telah ditetapkan pemerintah,” terangnya.

Adapun sebagai hasil dari surat utang tematik, Deni mengungkap sejauh ini pemerintah telah menerbitkan sukuk global senilai 5 miliar dollar AS pada 2018-2022, sukuk ritel dalam negeri sebesar Rp25,1 triliun pada 2019-2022, sukuk dalam negeri grosir Rp13,48 triliun pada 2022-2023.

Selain itu, pemerintah juga telah menerbitkan obligasi SDG global senilai 500 juta euro pada 2021, obligasi SDG dalam negeri grosir Rp7,81 triliun selama periode 2022-2023, serta Samurai Blue Bond senilai 20,7 miliar yen pada 2023.

Editor
Komentar
Banner
Banner