Menjadi 'Singa Betina' di Usia Belia
Kepiawaian Rasuna dalam berpidato kian terasah usai menyelami ranah politik. Dia memulai dengan berkecimpung di Sarekat Rakyat pada 1926, kala usianya masih menginjak 16 tahun. Perempuan berhijab itu lantas melebarkan sayapnya dengan bergabung bersama Persatuan Muslim Indonesia (Permi) pada 1930.
Dari organisasi itulah, kecakapan berpidato dan berdebat yang dimiliki Rasuna makin tajam. Dia ditempatkan di bagian seksi propaganda, di mana membuatnya sering berorasi di depan publik. Dalam kesempatan itu, Rasuna mengkritik pemerintah kolonial Belanda, serta mengecam cara mereka yang dinilai memperbodoh dan memiskinkan bangsa Indonesia.
"Isi pidato yang galak membuat Belanda khawatir ketenteraman umum di Sumatra Barat menjadi guncang," demikian tulisan Rosihan Anwar dalam Sejarah Kecil Petite Histoire Indonesia. Berkat kepiawaiannya ini, putri bangsawan itu disematkan julukan 'Singa Minangkabau.'
Malahan, di tengah-tengah pidatonya, tak jarang Rasuna dipaksa berhenti dan diturunkan dari podium oleh aparat pemerintah kolonial Belanda yang khusus mengawasi kegiatan politik (PID). Puncaknya terjadi pada 1932, ketika dirinya menghadiri Rapat Umum Permi.
Kala itu, Rasuna yang sedang berpidato, dipaksa berhenti oleh aparat yang entah muncul dari mana. Dirinya ditangkap dan diseret ke pengadilan kolonial. Dia pun dipenjara selama satu tahun dua bulan, dengan dakwaan ujaran kebencian.
Kendati pernah merasakan diginnya bui, Rasuna tak pernah berhenti melancarkan kritik kepada penjajah. Hingga era pendudukan Jepang, dia terus berkiprah, bahkan turut menggagas pembentukan Nippon Raya yang bertujuan melahirkan kader-kader perjuangan.
Lagi-lagi, Rasuna dituduh menghasut rakyat. Namun, kali ini, dia tak tinggal diam. Kepada pembesar Jepang, dia berkata sembari menunjuk dada sendiri, "Boleh Tuan menyebut Asia Raya karena Tuan menang perang, tetapi Indonesia Raya pasti ada di sini."