Gibran Huzaifah

Gibran Huzaifah, Bos Muda Unicorn yang Pernah Hidup dalam Kemiskinan

Indonesia kembali punya anak muda yang cemerlang dalam bidangnya. Ia adalah Gibran Huzaifah, pendiri eFishery, startup asal Bandung.

Featured-Image
Gibran Huzaifah bos dari eFishery. Foto: Bloomberg

bakabar.com, JAKARTA – Indonesia kembali memiliki anak muda yang cemerlang dalam bidangnya, ia adalah Gibran Huzaifah, pendiri eFishery, startup asal Bandung.

Gibran Huzaifah menjadi salah satu anak muda Indonesia yang mencetak rekor baru dalam dunia startup yang ia dirikan yaitu eFishery, ia baru saja mengumpulkan dana segar sebesar Rp 3,02 triliun.

Melalui eFishery, pria berusia 33 tahun tersebut berhasil menembus pasar dan menghasilkan dana segar yang tidak main-main jumlahnya, yaitu sebesar 200 juta US$ atau sekitar Rp 3,02 triliun, hal ini yang akhirnya membuat eFishery menjadi Unicorn dengan valuasi lebih dari 1 miliar US$ atau setara dengan Rp 15 triliun.

Dana tersebut dipimpin oleh pengelola dana global yang berbasis di Abu Dhabi yaitu 42XFund dan didukung oleh dana pensiun dalam sektor publik terbesar di Malaysia yaitu Kumpulan Wang Persaraan (KWAP), lalu, tanggung jawab manajer aset yang berbasis di Switzerland dan perusahaan modal ventura yang berbasis di AS 500 Global.

Baca Juga: Industri Fintech dan Digital Startup, OJK: Mampu Menumbuhkan Ekonomi

Menelisik masa lalunya, Gibran Huzaifah hanyalah sosok pria yang lahir dari keluarga yang biasa saja. Ayahnya bekerja sebagai seorang mandor dan ibunya hanya seorang ibu rumah tangga yang bahkan tidak lulus SMA. Namun, kedua orang tua Gibran selalu mendorong Gibran untuk meraih mimpinya dan semangat menuntut ilmu.

Tidak dapat dipungkiri, Gibran memang unggul dalam akademis, langkah awal kesuksesannya adalah ketika ia berhasil masuk ke perguruan tinggi Institut Teknologi Bandung (ITB) yang terkenal sebagai universitas elit lokal, terkenal dengan alumni insinyur yang berkualitas.

Setelah resmi menjadi keluarga almameter ITB, cobaan keuangan kembali menjadi tantangan baginya. Sang ayah kehilangan pekerjaan yang menyebabkan Gibran harus bertahan hidup. Tanpa uang saku yang cukup dan tidak ada kerabat di Bandung, Gibran dihadapi dengan tantangan hidup yang sulit, bahkan ia beberapa kali harus berpindah-pindah tempat untuk bisa tidur, kadang ia tidur di kampus atau di masjid.

Menyedihkannya lagi, Gibran pernah mengalami di mana ia tidak makan selama tiga hari. Pada saat itu, ia kuliah jurusan biologi dan mengikuti sebuah kelas akuakultur, kemudian ia mendengarkan sang professor yang menjelaskan tentang pembibitan ikan lele.

Baca Juga: Jaga Pertumbuhan Startup, Kemenperin: Perbanyak Kawasan Industri 4.0

Siapa sangka, dengan ketekunan yang serius, Gibran yakin dengan ilmu akuakultur yang ia pelajari bahwa akan menjadi masa depan baginya untuk keluar dari masalah finansial. Kemudian, ia segera mengeksekusi idenya tersebut dengan menyewa kolam atau tambak untuk beternak ikan lele. Pada tahun 2012, sebanyak 76 kolam berhasil Gibran operasikan.

Merintis dari titik nol dan mengalami cobaan serta tantangan sudah menjadi konsekuensi bagi Gibran dalam menjalankan bisnis. Tantangan industri yang ia alami adalah margin keuntungan yang tergolong kecil dengan biaya pakan yang lebih tinggi.

Pada kesempatan yang tidak terduga, ia memiliki seorang teman yang mahir dalam teknologi. Lalu mereka bekerja sama membuat prototipe menggunakan teknologi Internet of Things atau IoT guna mengatasi masalah ikan yang kelebihan maupun kekurangan pakan.

Maju ke tahun 2013, Gibran meluncurkan eFishery. Ia menggunakan dua pendekatan yaitu lakukan sesuatu yang benar-benar anda pahami dan jangan mengikuti orang banyak.

Baca Juga: Soal Pendanaan Startup, Banyak yang Keliru dengan Cara Kerjanya

Tahun demi tahun bergulir, eFishery berkembang untuk memasukkan pasar bagi para pembudidaya sekaligus pembeli ikan dan udang. Selain itu, eFishery juga menggandeng lembaga keuangan untuk mendukung pembiayaan kepada petani.

Setelah putaran pendanaan terakhir, saham yang dimiliki Gibran dan salah satu pendiri lainnya mencapai 100 juta US$, namun, dengan rendah hati ia menyampaikan bahwa hidupnya tidak banyak berubah.

“Rasanya menyenangkan karena saya tidak perlu khawatir dengan masalah keuangan yang saya alami saat tumbuh dewasa,” jelasnya dikutip dari Bloomberg (7/7)

Editor


Komentar
Banner
Banner